Jakarta, KompasOtomotif – Pelan tapi pasti Indonesia terus mengejar mimpi besar menciptakan industri otomotif nasional. Setelah sempat membahana soal proyek Esemka, mobil penumpang yang sempat melambungkan nama Joko Widodo dari Walikota Solo, menjadi figur nasional, kini strategi coba di-rekonstruksi ulang, menyasar segmen baru.
Institut Otomotif Indonesia (IOI) terus mengejar mimpi besar, yakni menciptakan embrio industri otomotif nasional. Ketimbang masuk arus mainstream, bersaing di segmen kendaraan penumpang, lembaga yang berstatus sebagai pusat riset dan peneliti otomotif Indonesia ini memilih mengembangkan segmen baru, kendaraan perdesaan.
“IOI merupakan lembaga yang berfungsi melakukan pemetaan, pengembangan industri otomotif di Indonesia. Lewat manusia, kompetensi, sertifikasi, mesin, teknologi, termasuk peralatan dalam produk dan proses produksi. Tujuan akhirnya kami akan punya pabrikan lokal, prinsipal lokal nantinya,” kata I Made Dana Tangkas, Presiden IOI di Jakarta, Jumat (16/6/2017).
Sesaat melamunkan mimpi besar ini, keinginan IOI terbilang logis, ketimbang ambisi besar Proton di Malaysia yang memilih “mencuri” start dengan membeli lisensi dari Mitsubishi pada 1983 lalu. Buktinya, setelah tiga dekade mencoba bertahan dengan berbagai proteksi yang diciptakan pemerintah Malaysia, Perusahaan Otomobil Negara (Proton) harus rela diakuisisi DRB-HICOM pada Januari 2012 dari tangan negara.
Terakhir, Mei 2017, Proton diumumkan melego 49,9 persen sahamnya ke Zhejiang Geely Holding Group Co demi suntikan dana. Perusahaan yang sempat memproduksi 600.000 unit kendaraan setahun ini, saat ini nyaris bangkrut. Kini, lewat mitra baru dan dana segar, Proton kembali berusaha bersaing di kancah otomotif global.
Indonesia Mencontoh
Sebenarnya, Indonesia pernah mencontoh apa yang dilakukan Proton di Malaysia. Tentu, pernah mendengar proyek ambisius putra bungsu dari Presiden RI kedua, Suharto, Hutomo Mandala Putra, lewat merek Timor. Sang kakak, Bambang Trihatmojo juga tak mau ketinggalan menggarap merek Bimantara. Kedua merek “mobnas” ini eksis di Indonesia sekitar 1995.
Baik Timor maupun Bimantara, memanfaatkan pasokan langsung dari produsen otomotif asal Korea Selatan, Hyundai dan Kia. Awalnya memang impor utuh (completelty built up/CBU) dulu, tetapi di dalam negeri juga sudah menyiapkan proses perakitan yang nantinya bakal jadi basis produksi.
Tetapi, perusahaan otomotif asal Jepang yang sudah menanamkan investasinya di Indonesia sejak 1970 merasa terusik. Alhasil, surat aduan melayang ke World Trade Organization (WTO) terkait kedua merek “lokal” itu karena dianggap melanggar kaidah perdagangan bebas, di mana Indonesia sudah tergabung di dalamnya.
Akhirnya, pada 22 April 1998, Dispute Settlement Body WTO memutuskan bahwa program mobnas melanggar asas perdagangan bebas, karena dianggap Cuma menguntungkan pihak Korsel terkait munculnya dua merek itu. Akibat kasus ini, konsep mobil nasional kembali buyar dan nyaris hilang dari Bumi Pertiwi.
Konsep dari Embrio
Lewat pengalaman buruk dan kebutuhan investasi yang sangat besar untuk membeli lisensi dari prinsipal otomotif asing, IOI mencoba menyisir kemampuan otomotif nasional mulai dari industri komponen lokal. Mengapa kendaraan perdesaan, karena segmen ini belum diminati merek asing dan potensinya besar di Indonesia.
“Prinsipnya IOI bersinergi penuh dengan Kementerian Perindustrian. Seluruh elemen akan kita rangkul, mulai dari Kadin (Kamar Dagang dan Industri Indonesia), GIAMM (Gabungan Industri Alat Mobil dan Motor), AISI (Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia), karoseri, dan sebagainya,” ucap Made dana. Termasuk Koperasi Industri Komponen Otomotif Indonesia (Kikko), lanjut Made, sudah tercatat sekitar 100 industri kecil pemasok komponen akan jadi data inventaris.
Lewat proyek kendaraan perdesaan ini, para industri komponen lokal yang semula berstatus tier 2 dan 3, akan didongkrak kemampuannya menjadi tier 1. Pengetahuan dan riset yang dibutuhkan untuk menaikan status akan ditopang oleh Kementerian Perindustrian dan IOI.
Salah satu tujuan utama IOI, adalah menciptakan sistem penggerak kendaraan (power train), utamanya adalah mesin pembakaran dalam (internal combustion engine) yang selama ini digunakan pada mobil-mobil konvensional. Pasalnya, selama ini teknologi power train, khususnya pembuatan mesin masih dikuasai oleh asing dan belum ada rencana mau dialihkan ke dalam negeri.
“Mesin yang kita gunakan kecil, kapasitas 600 cc, tenaga juga tidak besar, relatif sederhana. Mungkin awalnya impor dulu, bisa dari China, Jepang, atau India. Tetapi, nantinya kita akan buat sendiri, memang harus bertahap,” ucap Made lagi.
Lewat proyek ini IOI akan menggiring industri otomotif nasional dimulai dari embrio, sehingga ke depan, bisa berkembang lebih pesat dan syarat teknologi. Tanpa ada industri manufaktur lokal, sulit mengembangkan industri berbasis nasional, karena teknologi dikuasai sepenuhnya oleh asing. Meski di mulai dari mesin pembakaran sederhana, pengembangan akan terjadi dan dipastikan akan menjadi pondasi yang kuat nantinya.
Proyek kendaraan perdesaan ini juga akan memanfaatkan regulasi yang sudah terbit, yakni Peraturan Pemerintah No 55 tahun 2012, tentang Kendaraan. “Di dalam regulasi ini ada konsep kendaraan khusus, nantinya akan bernaung di dalam regulasi itu,” kata Made.
Dana Desa
Pertanyaan lanjutan yang biasa dilontarkan ketika selesai membuat barang adalah, siapa yang mau beli kendaraan perdesaan ini?
Tergantung dari mana sudut pandang melihatnya, proyek kendaraan perdesaan ini bisa dibilang sebagai kesempatan atau aksi spekulasi. Muaranya adalah program pengembangan desa yang dicanangkan oleh Pemerintah Indonesia pimpinan Presiden Joko Widodo sejak menjabat 2014 lalu.
Wujudnya dijargon sebagai “Dana Desa” yang penyalurannya dilakukan oleh Kementerian Desa Pemabangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT). Sebagai bayangan, mengutip Tempo (Naik 50 Persen, Dana Desa Tahun 2018 Rp 120 Triliun, Selasa 28/3/2017), Menteri PDTT Eko Putro Sandjoyo, mengatakan, setiap desa akan menerima kurang lebih Rp 1 miliar.
“Bayangkan kalau ada 74.000 desa di Indonesia diserbu produk impor, sayang sekali. Lewat kendaraan perdesaan lokal, maka devisa ini akan kembali lagi ke masyarakat kita, ini kesempatan yang tidak boleh terlewatkan,” kata Made.
Konsep lahirnya proyek kendaraan perdesaan ini adalah mendopang kegiatan ekonomi masing-masing desa di Indonesia, dengan karakteristiknya masing-masing. Untuk itu, kendaraan ini sifatnya akan mudah “bongkar-pasang” disesuaikan kebutuhan tiap desa, mulai dari pengangkut hasil bumi, membobong mesin penggiling, atau pembawa pupuk untuk kebutuhan tanaman.
Sebelum mencetuskan IOI, I Made Dana Tangkas merupakan Direktur Hubungan Eksternal dari PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN). Lewat latar belakang industri, rancang bangun, pengalaman, serta menggandeng alumi-alumni profesional dari perusahaan otomotif asing, IOI mencoba menyatukan tujuan.
Terakhir, pertanyaan pamungkas yang harus dijawab adalah, apakah proyek Kendaraan Perdesaan ini sebuah kesempatan atau sekedar aksi spekulan (Toyota)?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.