Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Roy Daroyni
komentator F1

F1 Technical Columnist, F1 TV Commentator sekaligus Country GM Asia Pacific for Wison Engineering Ltd. Twitter : @roy_daroyni

kolom

Mesin Bensin F1 Modern Bernuansa Diesel dan Berteknologi Jet

Kompas.com - 09/05/2016, 08:03 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAris F Harvenda

KompasOtomotif - Pada start GP Australia (20/3/2016) lalu, mobil Sebastian Vettel melesat bagai roket. Mengawali balapan dari posisi tiga langsung meninggalkan Hamilton yang berada paling depan dan Nico Rosberg. Kimi Raikkonen, rekan setim Vettel pun tak kalah cepat.

Hal ini menyisakan tanda tanya bagi banyak pengamat F1. Start yang bagus adalah tentang dua hal, kopling atau mesin. Bukan aerodinamik karena kecepatan saat start masih rendah. Tidak pula mechanical setup karena arah start masih lurus.

Konfirmasi akhirnya datang dari Mahle, salah satu perusahaan engineering design untuk internal combustion engine dari Inggris, yang menjadi mitra Ferrari di F1. Jantung pacu Ferrari F1 saat ini ditengarai mengadopsi konsep mesin diesel dan propulsi jet. Tetapi bagaimana bisa? Bukankah diesel tidak cocok untuk balapan dan mesin jet juga bukan untuk kendaraan di darat?

Kelebihan dan kelemahan

Mahle tidak salah. Diesel, walau tidak cocok untuk balapan (kecuali untuk balap ketahanan seperti Lemans) mempunyai banyak kelebihan dibanding mesin bensin. Tiga di antaranya adalah efisiensi pembakaran, ketahanan terhadap efek "ngelitik" (knocking) - bahkan diesel tidak mungkin mengalami knocking - dan kecepatan penyalaan campuran udara bahan-bakarnya lebih cepat dari bensin.

Namun kelebihan diesel ini tidak serta-merta dapat diadopsi pada mesin bensin tanpa ada cacat. Kelemahan utama diesel adalah langkah torak yang panjang (untuk menghasilkan kompresi tinggi karena diesel tidakmemiliki busi untuk penyalaan atau proses pembakaran).

Giorgio Piola @ Formula1.com Perbedaan power unit Ferrari F1 2015 dan 2016
Padahal mesin F1 terkenal dengan langkah pendek, yang bisa digeber lebih dari 20.000 rpm (andaikan regulasi mengizinkan). Kelemahan langkah panjang diesel ini dapat diatasi dengan turbocharger karena dapat mengompresi udara masuk ruang bakar sehingga bertekanan tinggi.

Perbedaan lain antara mesin bensin dan diesel adalah soal sistem pembakaran. Pada mesin bensin, proses pembakaran dilakukan oleh busi. Sedang pada diesel terjadi karena tekanan tinggi (compression ignition). Tantangannya adalah bagaimana menyalakan udara dan bensin yang sudah tercampur di ruang bakar tanpa menggunakan busi.

Tantangan

Jawabannya adalah dengan teknologi jet. Temuan baru yang diadopsi Ferrari itu adalah Turbulent Jet Ignition (TJI). Dinamakan seperti itu karena TJI menggabungkan tiga hal.

Pertama adalah sistem penginjeksian yang menggunakan desain lubang nozzle. Sistem tersebut didesain sedemikian rupa sehingga pola aliran injeksi berturbulensi di ruang bakar. Tujuannya agar bahan bakar yang terinjeksi mampu bercampur secara homogen dengan campuran udara yang terlebih dahulu sudah berada di ruang bakar.

Kedua adalah jet system. Artinya, bahan bakar yang diinjeksi sudah terbakar (karena ada oksigen yang terinjeksi oleh injektor) dan ada busi kecil pada chamber (ruang pembakaran) kecil di ujung injektor tepat sebelum nozzle.

Hal ketiga adalah ignition atau penyalaan. Hasil terinkjeksikannya nyala api dari injektor TJI ini, maka campuran udara bahan bakar di chamber menyala seperti halnya penyalaan busi. Ini menjawab tantangan penyalaan tanpa busi tadi.

Bahkan proses TJI ini jauh lebih baik daripada penyalaan busi (spark-ignited) karena nyala yang tersembur dari nozzle punya tekanan dan kecepatan. TJI inilah yang dimaksud teknologi jet pada mesin F1. Nyala api yang tersembur dari nozzle mirip dengan semburan jet.

autosport.com Raikkonen saat berlaga di GP Bahrain 2016
Konvensional

Kendati demikian, mesin Ferrari tetap mempertahankan busi konvensional karena busi itu dinyalakan belakangan, yaitu pada langkah ekspansi. Tujuannya agar tidak ada campuran udara bahan bakar yang tidak sempat terbakar di akhir siklus.

Regulasi F1 membolehkan multiple-ignition maksimum lima kali pada setiap siklus pembakaran. Sehingga mesin Ferrari dapat menyalakan busi lima kali selama langkah ekspansi.

Ferrari dipercaya mulai menggunakan TJI sejak GP Kanada 2015. Sampai saat ini, baru mesin Ferrari yang dipercaya mengadopsi sistemTJI. Namun banyak pengamat teknologi percaya bahwa tak lama lagi TJI akan diadopsi pula oleh penyedia mesin F1 lainnya seperti Mercedes, Renault dan Honda.

Revolusi besar di dunia otomotif telah terjadi, mesin bensin saat ini dapat bekerja dengan prinsip diesel, tanpa busi! F1 memang selalu menjadi pelopor perubahan-perubahan besar dalam teknologi otomotif.

Banyak kalangan mengatakan F1 adalah balap jet darat. Selama ini anggapan itu hanya mengacu pada kecepatan mobil yang mirip jet. Walau tidak ada satu pun prinsip jet yang diadopsi pada mobil F1. Saat ini anggapan itu boleh jadi lebih tepat digunakan. Sebab, mesin F1 saat ini bekerja dengan prinsip diesel dan dengan injektor jet!

F1 memang balap mobil jet darat!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com