Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Program Kendaraan LCE Tersendat?

Kompas.com - 13/04/2016, 14:38 WIB
Febri Ardani Saragih

Penulis

Jakarta, KompasOtomotif – Beda seperti Low Cost Green Car (LCGC), aturan soal Low Carbon Emission (LCE) berkaitan dengan teknologi canggih kendaraan dengan bahan bakar alternatif seperti gas alam, etanol, biofuel, hibrida, listrik, hingga hidrogen. Meski diperkirakan bakal membawa otomotif Indonesia ke level selanjutnya, petunjuk teknis (juknis) LCE belum diterbitkan oleh Kementerian Perindustrian.

Landasan hukum buat LCGC dan LCE telah terbit melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2013 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Kemenperin sudah merilis juknis LCGC pada 2013 lalu, kini pelaku industri otomotif menunggu aturan main LCE.

Menurut I Gusti Putu Suryawirawan, Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Kementerian Perindustrian, di Jakarta, Selasa (12/4/2016), ada beberapa pertimbangan yang bikin juknis LCE belum diterbitkan.

“Sekarang kalau dikeluarkan hanya untuk memberi kemudahan mobil pada diimpor buat apa, kan kita buat aturan menginginkan orang-orang pada investasi, ya impor juga masuk, tapi kami utamakan biar investasi di sini. Ujung-ujungnya ke sana (produksi dalam negeri),” papar Putu.

Draft awal juknis LCE sudah dibuat dan sempat dikatakan bakal terbit pada 2014, tapi nyatanya sampai sekarang terus ditunda.

“Kami melihat urgensinya dulu kalau misalnya dibuat hanya mempermudah impor buat apa. Kami sekarang sedang mengumpulkan, siapa nih yang mampu bikin baterai, siapa yang bisa bikin motor, kan kuncinya kendaraan listrik itu. Kalau LCE yang umum kan emisi karbon rendah. Lalu bagaimana membuat mobil konvesional untuk menjadi emisi karbon rendah,” jelas Putu.

Salah satu faktor yang dibutuhkan agar LCE bisa berjalan sempurna yakni ketersediaan bahan bakar minyak (BBM) berkualitas bagus. Selain kualitas, penyebaran BBM yang merata ke seluruh Indonesia juga membantu aplikasi.

“Masalah yang agak berat juga kualitas BBM yang bagus, ini yang menjadi perhatian kami karena itu kan engga bisa kami atur. Kalau di Indonesia itu kan Pertamina,” ujar Putu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau