"Bahkan, mereka tidak ada yang bisa bahasa Indonesia, padahal setiap hari saya selalu bicara Indonesia kalau di rumah. Benak saya, nanti anak-anak saya gimana ya. Wajah-wajah Jawa begini tapi nggak bisa bahasa Indonesia. Mereka bisa mendengar dan paham, tetapi tidak bisa bicara, bahaya ini," cetus Bagus.
Selain itu, kekhawatiran Bagus semakin besar, karena anak-anaknya tidak mengenal adat istiadat, perilaku, sopan santun khas Indonesia. Perilaku kedua buah hatinya lebih mirip anak bule. "Saya pikir, putri sudah SMP, nanti suatu saat akan jadi menantu orang. Belum tentu mantunya bule, kalau orang Jawa bagaimana mertuanya. Di lihat cantik, pintar, tapi kurang ajar, masa nggak punya tata krama. Saya terbebani oleh pemikiran ini, akhirnya saya minta pulang ke Indonesia," beber Bagus.
Dengan alasan keluarga, Bagus lantas melayangkan surat resmi untuk dipindah tugaskan kembali ke Tanah Air dengan janji tidak akan berpaling dari Ford. Setelah proses, akhirnya Desember 2010 mendapat kepastikan harus pulang Januari 2011.
Saat itu, FMI tengah kehilangan sosok dipucuk pimpinannya. Direktur Pemasaran sebelumnya mengundurkan diri, sedangkan Will Angove masuk masa purna bakti. "Saya diproyeksikan menggantikan posisinya Will. Jadi, ketika balik saya menjabat dulu sebagai Direktur Pemasaran dan Penjualan, sampai September 2011, resmi menggantikan posisi Will, jadi Managing Director," cerita Bagus.
Tantangan baru
Ketika kembali ke Jakarta dan menjabat sebagai Direktur Pemasaran dan Penjualan, Bagus merasa tidak ada tantangan baru pada posisinya. Dengan segudang pengalaman yang dimilikinya di luar negeri, pekerjaan itu bisa dilaluinya tanpa harus bekerja keras. Tapi, begitu resmi menjabat sebagai Managing Director, Bagus baru merasakan tantangan dan dunia baru.
"Menggantikan Will, saya harus memikirkan perusahaan dalam semua hal, mulai dari motivasi karyawan, margin perusahaan, keuntungan, rugi, servis, aspek regulasi, pokoknya banyak sekali. Kalau marketing kan jualan saja, kalau jabatan ini berbeda, jadi ini tahap penggemblengan kedua dalam hidup saya," beber Bagus.
Ketika kembali ke Jakarta, Bagus langsung membeli rumah di bilangan Cibubur dan berkantor di Pondok Indah, Jakarta Selatan. Tapi, setiap hari, Bagus harus menempuh lama perjalanan hingga dua setengah jam, artinya bolak-balik sampai lima jam. Berpegang teguh pada moto hidupnya, "Kalau Kamu mau, kamu harus bayar harganya." Maka Bagus memutuskan untuk pindah ke Jalan Haji Muhi, lokasinya berdekatan dengan kantor.
"Istri sempat emosi juga, baru juga mau mulai tinggal di Cibubur, eh sudah harus pindah lagi. Tapi, ini konsekuensi yang harus saya ambil, apa yang kamu mau harus rela kamu bayar, akhirnya saya pindah," kenang Bagus.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.