Mulai bekerja di Ford, Bagus merasakan atmosfer yang berbeda dibandingkan perusahaan sebelumnya. Ayah dua anak ini hanya mengandalkan dua anak buah, yakni John Saragih dan Bambang Priandoyo. Meski minim, target pertama Bagus adalah menciptakan kinerja positif, menjawab tantangan, bagaimana bisa kompetitif dengan merek-merek lain yang ada di pasar.
Di Toyota, Bagus sudah terbiasa dengan jumlah tenaga kerja 10 kali lipat dibandingkan Ford, sehingga setiap langkah strategi yang dilakukan wajib lebih efektif, lebih cepat, dan aksi.
"Orang FMI itu cuma tiga, tapi gebrakan yang kami lakukan dengan peluncuran Everest (SUV), tanpa departemen humas, kami merangkap semua lah. Akhirnya penjualan terus membaik, pada 2004 atau 2005 peringkat kami tembus 10 besar nasional," beber Bagus. Ketika Bagus masuk di Ford (2003), peringkat Ford masih bercokol di level 14.
Salah satu hal yang paling dinikmati Bagus bekerja di FMI, perusahaan ini sangat peduli akan pengembangan karir karyawannya. Ketika sudah menjalani karir dengan baik, Bagus lantas mendapat promosi, ditawarkan menjadi Direktur Pemasaran dan Penjualan di FMI.
Tapi, cita-cita Bagus bukan secetek itu. Bagus merasa mau memberikan kontribusi lebih besar terhadap perusahaan. Melihat latar belakang Ford sebagai perusahaan global, Bagus menyatakan mau mengetahui lingkup bisnis dalam skala lebih besar. "Intinya, saya mau kerja di luar negeri lagi," seloroh Bagus.
Tiga kali gagal
Pada 2006, tawaran bekerja di luar negeri datang menjabat sebagai Direktur Penjualan dan Pemasaran di Malaysia. Gembira mendapat kabar positif, Bagus langsung menyampaikan ini pada istrinya dan mendapat sambutan hangat. Sayang, tak lama berselang, rencana ini batal terlaksana.
Setahun kemudian, awal 2007, ditanya atasan apakah masih berminat untuk bekerja di luar negeri dengan jabatan sama di Filipina. Bagus menjawab dengan pasti, siap. Kembali, rencana ini batal lagi. Pada April 2007, ada informasi tawaran bekerja di Thailand, tetapi karena pengalaman sebelumnya, Bagus agak pesimistis. Ternyata benar, tawaran itu kembali pupus.
Sampai akhirnya, Juni 2007, Bagus menerima telepon dari kantor regional Ford menyatakan akan ditempatkan di kantor dengan lingkup bisnis regional, Asia Pasific. Lokasi kantornya di Bangkok, Thailand. Akhirnya, tawaran terakhir ini terlaksana.
Di kantor baru, Bagus bekerja di bagian Marketing Communication Services. "Sebenarnya saya tidak tahu kerjanya ngapain, tapi ya sudah jalan saja dulu," jelas Bagus.
Bekerja di kantor regional, Bagus mengalami masa adaptasi yang harus dilalui, terutama masalah faktor bahasa yang digunakan. Hampir setiap hari, Bagus harus menghadapi rapat jarak jauh via telepon menggunakan bahasa Inggris. Meskipun cukup mumpuni berbahasa Inggris, tetapi pembicaraan sehari-hari membuatnya harus lebih membiasakan diri.
"Saya stress juga, mereka agak kurang toleransi kalau kurang lancar bahasa Inggris. Tapi, saya tidak kurang akal. Meskipun mereka ngomongnya cepat-cepat, saya coba tangkap inti-inti dari pembicaraan, dirangkum, kemudian di email orang yang menyampaikan tadi. Tadi, kamu ngomong begini, begini, konfirmasi, jadi kalau begitu, begini saja, benar atau tidak? 'Oh, tidak. Maksud saya begini, begini,' jadi saya tidak salah tangkap. Tapi, lama-lama telinga saya terbiasa juga jadi tak perlu buat rangkuman lagi," cerita Bagus.
Bagus membangun karirnya di kantor ragional Bangkok, Thailand selama dua tahun. Setelah itu, dipindahkan ke Shanghai, China sebagai Small Car Launch Manager, selama dua tahun juga.
Pulang Indonesia
Mengaku menikmati bekerja di luar negeri, tapi ada yang mengganjal dihati Bagus selama menjalankan aktivitasnya jauh dari kampung halaman. Dalam empat tahun karirnya di Bangkok dan Shanghai, kedua anaknya . Larasati dan Suryawan harus menempuh pendidikan formal di sekolah internasional. Artinya, semua kebiasaan yang tertanam di anak-anaknya adalah budaya barat.