Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
"Success Story" Managing Director Ford Motor Indonesia (7)

Ditempa Budaya "Kolot" Jepang

Kompas.com - 10/12/2014, 16:00 WIB
Agung Kurniawan

Penulis

Kehidupan ini sangat indah. Tak semua perjalanan hidup manusia berjalan dengan mulus. Tentu banyak rintangan dan hambatan dalam meraihnya. Kuncinya adalah kesabaran, keteguhan hati, memiliki prinsip yang kuat, jujur, apa adanya, dan selalu melakukan inovasi. Di balik kesuksesan seseorang, ada kisah-kisah mengharukan dan menyedihkan. Semua itu adalah proses yang harus dilalui. Kompas.com menurunkan serial artikel "Success Story" tentang perjalanan tokoh yang inspiratif. Semoga pembaca bisa memetik makna di balik kisahnya.

KompasOtomotif - Menjabat sebagai Kepala Seksi Departemen merupakan jabatan tertinggi Bagus selama berkarir di salah satu anak perusahaan Astra. Tanggung jawabnya, menjadi mata dan telinga perusahaan, memperhatikan bagaimana persaingan di daerah dan melaporkannya. Bersama-rekan sesama pekerjanya, Bagus melihat teman-teman sekantor kurang responsif dengan pekerjaan yang diberikan perusahaan.

Sepulang dari dinas di daerah, biasanya mereka perlu menghabiskan waktu seminggu baru kemudian dilaporkan ke atasan. Melihat itu, Bagus merasa budaya ini harus diubah. Akhirnya, ketika perjalanan dinas dari satu daerah, saat itu hari Jumat, biasanya waktu libur Sabtu dan Minggu, Bagus tidak sungkan ke kantor untuk menyelesaikan laporan, sehingga ketika Senin, laporan sudah bisa dibaca atasan.

Benar saja, upaya yang dilakukannya berbuah hasil dan mendapat perhatian dari atasan. Setiap laporan yang diberikan Bagus selalu mendapatkan umpan balik, dengan catatan-catatan khusus yang ditulis langsung oleh Direktur Pemasaran dan Penjualan saat itu dan untuk melakukan langkah selanjutnya. "Artinya, laporan saya benar dibaca karena memang lebih faktual ketimbang rekan yang lain. Ini yang membuat saya semangat," beber Bagus.

Dinas ke Jepang

Sambil berjalannya waktu, perusahaan saat itu berencana mengirim perwakilannya ke Jepang untuk mengerjakan proyek besar. Prinsipal (Jepang) butuh orang perwakilan negara di Asia Tenggara, yang tahu kompetisi, persaingan pasar, produk, dan sebagainya. Semula, yang dicari perusahaan adalah orang pemasaran, tapi Bagus yang bekerja di divisi penjualan justru dipanggil untuk menghadap.

"Saya ditanya, mau tidak bekerja di Jepang, diceritakan soal proyek tersebut. Tanpa basa-basi, saya bilang, siap. Tapi, di sana nanti bahasanya apa pak? 'Jepang, ada bahasa Inggris, tetapi dominan Jepang.' Masalahnya, saya tidak bisa bahasa Jepang pak. 'Nanti disekolahkan,' Siap, saya jawab," celoteh Bagus.

Kondisi tuntutan pekerjaan ke Jepang, lantas juga berakibat pada kehidupan pribadinya dengan sang pacar. Bagus memintas pacarnya untuk menikah sebelum pergi ke Jepang, dengan alasan supaya sang istri bisa ikut mendampingi selama bertugas. Alhasil Bagus menikah di usia 24 tahun.

Berangkat ke Jepang, menjadi pengalaman pertama Bagus ke luar negeri, punya passpor, juga pertama kalinya naik pesawat duduk di kelas bisnis. "Karena kelas bisnis, jadi semua kan ditawarkan, mulai dari champagne, anggur, dan macam-macam. Dasarnya, gragas, semua dihajar, nggak pernah minum wine, ujungnya mules-mules," seloroh Bagus.

Periode penggemblengan

Di Jepang, Bagus merasa masuk periode penggemblengan dalam dunia karir profesionalnya. Tinggal di negara lain jauh dari keluarga bukan jadi masalah baginya, tapi etos, dan budaya kerja yang sangat berbeda dari Indonesia. Selain itu, kondisi empat musim negara sub tropis cukup membutuhkan adaptasi, maklum Bagus punya alergi pada udara dingin.

Di Jepang, posisi duduk bos itu hanya duduk di seberang dengan meja yang menempel ditemani laptop, mirip dengan latar warung internet (warnet). Suasana kerja dibuat tanpa pembatas, jadi antara karyawan dan petinggi bisa ngobrol langsung di tempat.

Pernah dalam satu kondisi, Bagus masih bekerja sampai pukul 20.00 waktu setempat dan berniat untuk pamit pulang dengan atasan yang duduk di depannya. Ketika pamit dengan bahasa Jepang, Bagus tidak mendapat respon, tetapi ia tetap beranjak pulang.

Keesokan harinya, Bagus kembali berniat pamit pulang dengan agak mengeraskan suaranya. "Kalau sampai tidak dengar berarti budeg ini. Tapi, memang tidak jawab, saya baru merasa ada yang tidak beres, pasti ada yang salah," ujar Bagus. Berbekal pengalaman ini, Bagus lantas bercerita dengan rekan-rekan pekerja sekantornya di Jepang, kemudian mendapat jawaban, waktu pulangnya terlalu cepat.

Agak sedikit kurang percaya, Bagus mencoba membuktikan masukan dari teman-temannya ini. Masih bekerja sampai pukul 22.30, Bagus baru menyampaikan kata pamit pada bosnya. "Baru, kali ini mendapat jawaban mantap dari bosnya. Ternyata benar, besoknya, saya bicara dengan istri, mulai besok kamu jangan harapkan saya pulang di bawah jam 10 malam. Semua ini saya lakukan selama bekerja di Jepang, saya rela berkorban untuk itu," cerita Bagus.

Bagus mengatakan, ada juga rekannya dari Indonesia yang tidak mengindahkan budaya kerja di sana. Setelah pukul 19.00 atau 20.00 waktu setempat, mereka pulang saja. "Tetapi, saya tidak. Saya mau membaur dengan situasi yang ada. Kalau orang Jepang saja bisa, pasti Indonesia juga bisa, waktu itu masih semangat kan masih muda," kenang Bagus.

Pulang

Setelah setahun setengah dari kontrak dua tahun bekerja di Jepang, Bagus mendapat panggilan dari atasannya di Jakarta untuk kembali pulang. Merasa atasannya yang meminta, Bagus akhirnya kembali ke Ibu Kota.

Setibanya di Indonesia, Bagus mendapat laporan kalau kondisi perusahaan sudah berubah, sampai akhirnya menemukan bosnya mengundurkan diri. Bagus lantas melanjutkan karir namun digeser ke perusahaan lain dan menjabat Kepala Seksi Departemen Perencanaan Korporasi.

Langkah selanjutnya, Bagus memulai karir baru di perusahaan baru dari Amerika Serikat. Ikuti terus perkembangan karir Bagus Susanto dalam menjajaki karir puncaknya di PT Ford Motor Indonesia pada artikel selanjutnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com