Kehidupan ini sangat indah. Tak semua perjalanan hidup manusia berjalan dengan mulus. Tentu banyak rintangan dan hambatan dalam meraihnya. Kuncinya adalah kesabaran, keteguhan hati, memiliki prinsip yang kuat, jujur, apa adanya, dan selalu melakukan inovasi. Di balik kesuksesan seseorang, ada kisah-kisah mengharukan dan menyedihkan. Semua itu adalah proses yang harus dilalui. Kompas.com menurunkan serial artikel "Success Story" tentang perjalanan tokoh yang inspiratif. Semoga pembaca bisa memetik makna di balik kisahnya.
KompasOtomotif - Meraih puncak karir di usia muda adalah cita-cita hampir semua pekerja di dunia, adalah Bagus Susanto, yang berhasil meraihnya. Bagus kini menjabat sebagai Managing Director, puncak pimpinan PT Ford Motor Indonesia (FMI) dan usianya saat ini baru 40 tahun. Namun, apa yang diperoleh Arek Suroboyo ini bukan hal mudah karena penuh perjuangan sejak sekolah dasar sampai harus merantau di Jakarta.
Sesekali Bagus tertawa mengenang kejadian-kejadian unik yang harus dilaluinya dalam hidup hingga menatap sukses. Rasa sungkan seolah hilang dengan semangat berbagi yang disampaikan Bagus dalam menjalani hidup dari bawah, setiap langkah dilalui dan dikenang menjadi proses yang berharga.
Setelah melalui masa kuliah yang berlangsung relatif normal, empat tahun, Bagus akhirnya memperoleh bekal gelar Insinyur Teknik jurusan Institut Teknologi Surabaya lulusan 1997. Tanpa, menunda Bagus juga langsung melayangkan surat lamaran ke beberapa perusahaan, salah satunya PT Astra International (AI) dan diterima.
Pertama ke Jakarta
Proses wawancara berlangsung dua kali, pertama dengan Astra International di Surabaya dan kedua oleh PT Toyota Astra Motor (TAM) di Sunter, Jakarta Utara.
"Itu pertama kalinya saya ke Jakarta. Benar-benar sama sekali buta, tidak tahu di mana itu Sunter, dulu belum ada Google Map, paling banter Pager (penyeranta)," celoteh Bagus pada Kompas.com di bilangan Pondok Indah, Jakarta Selatan.
Perjalanan perdana ke Ibu Kota ditempuh menggunakan Bus Lorena. Berbekal informasi yang diperoleh dari kenalannya, maka Bagus turun di terminal Pulo Gadung, Jakarta Timur. Proses wawancara yang harus dilalui ada dua tahap. Pertama TAM di Sunter, Jakarta Utara dan perusahaan konsultan T&T di Cibitung.
Pihak perusahaan menyampaikan untuk wawancara di Cibitung, peserta disediakan bus karyawan, berangkat dari Blok M, Jakarta Selatan. Jadi, setibanya di Pulo Gadung, Bagus langsung memutuskan untuk survei lokasi keberangkatan bus di Blok M dan mencari penginapan. Naik Patas 36, Bagus bertolak ke Blok M.
"Saya pikir, berarti nanti di sini (Blok M) busnya menjemput, berarti harus cari hotel di sini. Tapi, saya lihat-lihat sekitar kok apik-apik (baca: bagus-bagus)," kenang Bagus.
Bagus mendekati seorang satpam di Pasar Blok M dan bertanya apakah ada losmen di sekitar tempat ini. Tapi, jawaban yang diperoleh nihil. Sampai akhirnya, Bagus merapat ke salah satu penginapan yang cukup mewah, namun agak minder melihat megahnya bangunan tersebut.
Kepada salah satu penjaga pintu hotel, Bagus bertanya berapa tarif semalam menginap di tempat itu. "Rp 300.000 per malam, wah nggak cukup, bisa-bisa nggak pulang ke Surabaya," dalam benak Bagus.
Namun, pihak penjaga hotel memberikan alternatif lain, bisa menginap di tempat itu tetapi hanya boleh masuk ke kamar setelah pukul 22.00 WIB. Uang penginapan langsung diberikan pada penjaga dengan harga khusus Rp 100.000 per malam.
"Menarik juga, tetapi kalau saya baru bisa masuk jam 10.00 malam, sepanjang hari mau ngapain? Harganya juga masih kemahalan, akhirnya saya urungkan niat. Balik lagi bertanya kepada satpam sebelumnya, mendapat informasi kalau losmen cukup banyak di daerah Pulo Gadung. Akhirnya, saya balik lagi ke Pulo Gadung," beber Bagus.
Hotel Transit