Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
"Success Story" Managing Director Ford Motor Indonesia (5)

Pengalaman Masuk Hotel Transit hingga Mandi di Stasiun Gambir

Kompas.com - 09/12/2014, 13:36 WIB
Agung Kurniawan

Penulis

Setibanya di Pulo Gadung untuk kedua kalinya, Bagus baru menyadari memang terlihat banyak losmen-losmen penginapan di sekitar terminal. Bingung memilih losmen yang mana, Bagus berpegang pada pepatah orang Jawa, 'kalau mau mencari warung makan, carilah yang ramai pengunjungnya'. Tibalah pada salah satu penginapan yang terlihat ramai.

Masuk, menuju meja penerima tamu, Bagus memesan kamar untuk satu orang, kemudian dipersilakan duduk oleh petugas resepsionis untuk menunggu dipanggil jika kamar siap. Setelah beberapa waktu menunggu, tak kunjung dipanggil, petugas resepsionis juga terlihat sedang tidak ada kerjaan, Bagus menanyakan lagi nasib kamar pesanannya.

"Saya tunggu lagi, sampai akhirnya dipanggil, 'nih, pak kamarnya sudah siap'. Tapi, anehnya saya memperhatikan sekeliling, tamu yang datang kebanyakan pasangan-pasangan semua. Ternyata baru sadar kalau ini hotel short time. Asem salah masuk saya, akhirnya batal. Harganya dulu itu, Rp 20.000 per enam jam," kenang Bagus.

Akhirnya, Bagus bergeser mencari penginapan yang lebih jelas statusnya, sampai ke Losmen Sabar. Harga menginap Rp 25.000 per malam, sedikit lebih mahal, tetapi dianggap lebih baik, jadi diambil. Ketika masuk kamar, kondisinya cukup menyedihkan, kotor. Tanpa sungkan, Bagus langsung berinisiatif membersihkan, mengepel kamar dan kamar mandi, sehingga menjadi tempat istirahat yang layak untuk dua malam.

Keesokan harinya bagus berangkat ke Blok M untuk mengikuti tes di Cibitung dan kembali ke losmen. Hari selanjutnya, meneruskan wawancara di TAM, Sunter, Jakarta Utara. Setelah dua malam menginap, Bagus kembali ke Surabaya.

Mandi di stasiun

Selang beberapa waktu, akhirnya Bagus dinyatakan keterima bekerja di TAM dan diminta kembali ke Jakarta untuk wawancara terakhir dan tanda tangan kontrak. Berangkat ke Jakarta untuk kedua kalinya, Bagus merasa sudah punya pengalaman. Kali ini Bagus memilih naik kereta, dan turun di Stasiun Gambir, Jakarta Pusat.

Setelah menempuh perjalanan panjang di kereta, setiba di Jakarta langsung mau wawancara di Sunter. Dengan mata sembab dan badan lusuh, Bagus berfikir harus menyegarkan diri dengan mandi. "Jadi, waktu itu saya yakin sekali di Gambir pasti ada tempat mandi. Setelah cari-cari, ternyata tidak ada. Kenapa saya yakin, karena stasiun di Surabaya dan Semarang itu ada tempat mandinya," ujar Bagus.

Dengan toilet yang tersedia, akhirnya Bagus tetap mandi, memanfaatkan keadaan yang seadanya. Ember yang kotor dibersihkan dulu, diisi air, dan mandi. Setelah itu, bertolak ke Sunter, wawancara, dan akhirnya diterima.

Indekos

Pada perjalanan keduanya ke Jakarta, Bagus hanya berbekal satu ransel berisi pakaian untuk beberapa hari. Wawancara terakhir dilakukan Jumat dan diminta TAM untuk mulai bekerja pada Senin. "Waktu itu saya jawab siap. Tapi, di benak berfikir, saya nanti tidur di mana dua malam," kenang Bagus.

Untungnya, perusahaan menyediakan biaya ganti ongkos transportasi wawancara Rp 150.000, setara dengan harga tiket Kereta Sembrani kelas eksekutif. Berbekal uang itu, Bagus kemudian bertanya pada Ibu Nilam, orang yang mewawancarainya, dan mendapat rekomendasi tempat, di daerah Sumur Batu atau Cempaka Putih.

Naik Metro Mini P07, Bagus bertolak dari Sunter menuju Cempaka Putih. Turun dan mulai bertanya ke sekitar di mana banyak lokasi indekos. Sampai, pada salah satu rumah di depannya terlihat ibu tua lagi menyapu di halaman, alamatnya Cempaka Putih Barat, Gang 2B.

"Namanya, Ibu Aswin saya ingat. Dalam kondisi lusuh, capek, ngantuk, saya bertanya, 'bu saya mau cari kos-kosan'. Agak takut dia, karena kondisi rumah sepi dan saya mungkin disangka disangka penjahat. Tapi, saya tidak kehilangan akal, saya jual nama Astra, 'Saya kerja di Toyota Astra bu'. Langsung sambutan hangat keluar, 'iya, ada kamar kosong di lantai dua,'" cerita Bagus.

Harga yang ditawarkan Rp 150.000 sebulan, sudah termasuk cuci dan setrika. Melihat kondisinya lumayan dan langsung malam itu juga, Bagus mulai tinggal di Jakarta. Tinggal di indekos, Bagus juga rajin mengepel, menyapu halaman, supaya merasa di rumahnya sendiri. "Sejak hari itu, saya memulai perjuangan di Jakarta, dengan semangat 45," kenang Bagus.

Ikuti artikel selanjutnya untuk mengetahui kisah perjuangan Bagus dalam meniti kehidupan demi meraih mimpinya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau