JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia berada di persimpangan krusial dalam upaya mencapai kemandirian energi dan mengatasi perubahan iklim. Ketergantungan bahan bakar fosil terus meningkat sementara dampak negatif pada lingkungan semakin nyata.
Di tengah tekanan global untuk beralih ke energi yang lebih bersih sebagai upaya mencapai netralitas karbon, bioetanol menawarkan peluang besar yang belum sepenuhnya dimanfaatkan secara maksimal. Bahan ini berasal dari tebu, molase, sorgum, jagung, maupun singkong.
Demikian pernyataan Ronny Purwadi, Ahli Proses Konversi Biomassa Institut Teknologi Bandung (ITB) yang disampaikan melalui keterangan tertulis, Senin (23/9/2024).
"Meskipun bioetanol tetap menghasilkan emisi dari tailpipe, penting untuk dipahami bahwa bioetanol dianggap sebagai bahan bakar carbon neutral. Hal ini karena gas CO2 yang dilepaskan melalui pembakaran bahan bakar bioetanol diserap kembali oleh tanaman penghasil bahan baku bioetanol," katanya.
"Dengan demikian, netto penambahan gas CO2 ke udara dapat dianggap nol dan menjadikan siklus karbonnya netral," tambah Ronny.
Ronny melanjutkan, pengembangan industri bioetanol sangat penting untuk dipandang sebagai strategi jangka menengah hingga jangka panjang karena dapat mengatasi masalah energi saat ini.
Sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, serta berkontribusi pada pelestarian lingkungan hidup.
"Untuk mencapai target E5 secara nasional, diperlukan kira-kira 2,3 juta kiloliter bioetanol setiap tahunnya. Ini membutuhkan investasi besar dalam infrastruktur produksi, termasuk pembangunan 40 pabrik bioetanol dengan kapasitas per pabriknya sekitar 60 ribu kL etanol per tahun," kata Ronny.
"Dengan estimasi tersebut, nilai investasi diperkirakan mencapai 4 miliar dollar AS. Maka, implementasi E5 secara nasional dapat menciptakan lebih dari 12.000 lapangan pekerjaan," lanjut dia.
Bioetanol untuk sektor transportasi
Dalam upaya mendorong penggunaan bioetanol sebagai bagian dari solusi energi nasional, Kementerian ESDM telah menyusun roadmap untuk pengembangan bioetanol di sektor transportasi. Langkah ini menjadi sangat penting mengingat potensi besar bioetanol dalam mendukung transisi energi bersih di Indonesia.
Inisiatif penggunaan campuran bioetanol E5 sudah mulai diimplementasikan dalam skala terbatas, dan upaya ini patut dihargai sebagai permulaan yang baik. Namun, implementasi E5 skala nasional diharapkan bisa segera diwujudkan.
"Kita wajib mendukung target pemerintah berikutnya untuk jangka menengah dan jangka panjang dalam meningkatkan campuran bioetanol menjadi E10 pada tahun 2029 hingga E20 pada tahun 2035," kata Ronny.
"Dengan roadmap yang jelas dan dukungan regulasi yang kuat, pengembangan ekosistem bioetanol di Indonesia bisa berjalan dengan baik. Implementasi bioetanol dapat mendukung pengurangan ketergantungan Indonesia pada bahan bakar fosil, sekaligus memberikan dampak positif pada perekonomian dan lingkungan hidup," tutupnya.
https://otomotif.kompas.com/read/2024/09/24/194100615/urgensi-pengembangan-bioetanol-pada-sektor-transportasi-di-indonesia