JAKARTA, KOMPAS.com – Pada 2021-2022, terjadi lonjakan penjualan mobil yang dipengaruhi oleh implementasi program Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP) alias diskon PPnBM.
Dalam keberjalanan insentif program PPnBM DTP tersebut, tercatat kinerja penjualan untuk periode Maret sampai dengan Desember 2021 meningkat 113 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Sedangkan pada 2022, program tersebut sukses meningkatkan penjualan di bulan Januari hingga Mei menjadi sebesar 95.000 unit.
Seiring dengan stagnasi dan kecenderungan penurunan penjualan mobil pada tahun 2024, stimulus fiskal yang dikucurkan untuk sektor otomotif dinilai mampu meningkatkan geliat industri di Tanah Air.
Seperti diketahui, pajak yang dikenakan untuk pembelian mobil saat ini masih terbilang tinggi. Mulai PPnBM 15 persen, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 11 persen, Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) 1,75 persen, dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) 12,5 persen.
Pengamat Otomotif LPEM UI Riyanto mengatakan, pemberian insentif fiskal berupa diskon PPnBM secara langsung dapat mendongkrak penjualan mobil.
“Kalau kita lakukan penurunan harga mobil baik insentif fiskal turunan PPNBM penjualan akan meningkat. Di satu sisi PPNBM turun, tapi PPN akan meningkat termasuk PKB dan BBNKB,” ujar Riyanto di Jakarta, Rabu (10/7/2024).
“Di samping itu ini akan memperluas produksi mobil, output suku cadang meningkat, kita akan ada peningkatan PPh badan maupun PPh orang pribadi,” kata dia.
Berdasarkan kajian Riyanto, apabila PPnBM dipotong menjadi 15 persen maka akan meningkatkan permintaan hingga 53.476 unit dengan penjualan bisa menembus 1,12 juta unit.
Kemudian, PPnBM menjadi 7,5 persen menambah permintaan hingga 80.214 unit dan penjualan menjadi 1,14 juta unit.
Selanjutnya, dia menyebut PPnBM yang terpotong menjadi 5 persen mampu menambah permintaan sampai 106.952 unit dan penjualan bisa menembus 1,17 unit.
Sementara PPnBM 0 persen bisa menambah permintaan sampai 160.428 unit dengan penjualan mencapai 1,22 juta unit.
“Dari situ dampaknya ke GDP ada penciptaan lapangan kerja, dan investor kalau lihat pasarnya berkembang tertarik juga,” ucap Riyanto.
“Impact memang tidak sampai dua kali, tapi lebih dari satu setengah kali. Termasuk tenaga kerja. Kalau ada penambahan tenaga kerja otomotif akan menciptakan tenaga kerja dari perekonomian,” ujarnya.
Riyanto juga menambahkan, insentif fiskal ini sangat dibutuhkan untuk mengerek penjualan domestik yang mengalami stagnasi selama 10 tahun. Kondisi di mana penjualan mobil di Indonesia tak bisa melampaui kisaran 1 juta unit.
Stagnasi pasar ini diprediksi dapat menghapus momentum ekspansi industri. Terlebih tren penjualan mobil terbilang menurun pada semester I/2024.
“Dengan pasar yang tak bergerak, investor bakal enggan masuk ataupun mengembangkan model baru, hub produksi terancam,” kata Riyanto.
https://otomotif.kompas.com/read/2024/07/11/070200115/wacana-diskon-ppnbm-muncul-lagi-demi-keluar-jebakan-1-juta-unit