“Akan luar biasa bisa menang karena saya tidak ingat banyak nama yang berhasil meraih gelar dua tahun berturut-turut. Ini akan luar biasa bagi saya," kata Bagnaia dilansir dari Crash, Selasa (11/7/2023).
“Dari segi tekanan, tahun lalu lebih tinggi setelah 15 tahun tanpa gelar untuk Ducati. Itu lebih intens dan saya merasakan beban di pundak saya," kata Bagnaia.
Setelah dia menjadi juar dunia bebannya berubah untuk mempertahankan gelar. Bedanya ialah pada musim ini dia harus bertarung dengan para pebalap Ducati yang lain.
Tahun lalu, Bagnaia merebut gelar setelah mengejar pebalap Yamaha Fabio Quartararo dari ketertinggalan 92 poin, sebuah rekor.
“Tahun lalu hanya tampil menekan tanpa ada ruginya. Saya sangat tertinggal dan penting untuk menyelesaikan balapan di depan. Tahun ini berbeda karena kami bertarung melawan motor lain seperti motor saya!," katanya.
Musim ini Bagnaia juga sebetulnya sempat kesulitan di pertengahan musim.
Masalah saya dimulai di Misano pada pengereman. Itu sulit. India, Jepang, saya berjuang keras untuk menemukan perasaan bertarung," ujarnya.
“Menang lagi di Mandalika, dengan penampilan seperti ini, membantu kami merasa menjadi yang terkuat,” kata Bagnaia.
Pebalap asal Italia tersebut kemudian menyebut nama Jorge Martin, pebalap Pramac Racing yang saat ini kompetitornya merebut gelar dengan hanya selisih 13 poin.
"Ini berbeda. Jorge melakukan pekerjaan luar biasa. Caranya membalap adalah dengan membatasi banyak hal. Ban belakang, banyak hal," kata Bagnaia.
“Anda bisa melihat dengan jelas, saat Jorge di Mandalika, dia terkendali. Dia benar-benar berusaha keras. Lebih banyak kesalahan membuatnya terjatuh," kata Bagnaia.
"Segalanya bisa berubah seperti ini, jadi Anda harus lebih teliti dan mempertimbangkan lebih dari sekadar performa,” kata Bagnaia.
https://otomotif.kompas.com/read/2023/11/07/144100215/bagnaia-sebut-tekanan-jadi-juara-dunia-lebih-berat-musim-lalu