JAKARTA, KOMPAS.com - Kehadiran Sirkuit Mandalika di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat yang berhasil menggelar ajang World Superbike (WSBK) 2021 jadi angin segar tersendiri bagi para pecinta balap Indonesia.
Sudah pasti, ada tujuan mulia yang ingin dicapai dengan hadirnya fasilitas tersebut. Di antaranya, mencetak pebalap nasional untuk dapat berbicara di tingkat internasional.
Hanya saja, masih terdapat berbagai tantangan untuk memajukan pebalap Tanah Air terutama di sektor kendaraan dan teknologi, serta perangkat keselamatannya.
Menurut pereli nasional Rifat Sungkar, walau Indonesia jadi pasar utama di sektor otomotif tapi sedikit sekali yang menyediakan mobil khusus dengan spesifikasi balap.
Jika ada, kendaraan mobil spesifikasi balap itu hanya tersedia di luar Indonesia. Sehingga, banyak pembalap Indonesia yang hanya mampu beli mobil balap bekas dengan teknologi yang sudah ketinggalan.
Karena bekas, spare partnya pun tidak selalu tersedia. Akibatnya terjadilah kanibal dari mobil sejenis.
“Untuk membangun satu mobil balap, pebalap sampai harus membeli tiga mobil bekas. Yang satu dipakai untuk balapan, sementara yang dua dipereteli spare (part)," kata dia dalam keterangan tertulis, Kamis (2/12/2021).
Kemudian dari sisi perangkat keselamatan, kini masih ada pebalap yang belum menaruh perhatian penuh. Pasalnya, perangkat itu tidak hanya sebatas yang menempel di badan, namun juga material dan teknologi kendaraan.
Insiden yang dialami Sean Gelael dan Ketua MPR Bambang Soesatyo saat berlomba di ajang Sprint Rally Meikarta menjadi viral.
Salah satu yang menjadi perhatian adalah kondisi keduanya yang dapat keluar dari mobil tanpa cedera berarti, meski mobil yang mereka tumpangi mengalami kecelakaan parah.
“Motorsport itu olahraga yang sangat berbahaya, oleh karena itu diperlukan peralatan yang dapat melindungi pembalap dari risiko fatal,“ ujar Rifat.
“Mobil yang ditunggangi Sean dirancang untuk balapan dan dilengkapi dengan safety device yang sesuai. Jika mobil yang dtunggangi adalah mobil balap dengan teknologi lama yang peralatan safety-nya juga sudah usang, mungkin hanya bisa berserah kepada Tuhan.” tambahnya.
Sirkuit Mandalika dan kecelakaan yang dialami Sean seharusnya dapat menjadi momen bahwa kondisi motorsport Indonesia harus dapat ditingkatkan lebih dari sekadarnya seperti yang terjadi selama ini.
Jangan berharap pembalap Indonesia dapat berbicara di arena dunia jika peralatan yang dipakai saja masih seadanya. Pihak-pihak terkait sudah harus memikirkan cara bagaimana pembalap Indonesia dapat memperoleh peralatan dengan lebih mudah.
Menurut Rifat salah satu cara adalah dengan mengubah beberapa aturan yang terkait dengan import kendaraan dan sparepart-nya. Misal, larangan jual beli blok mesin baru, berbelitnya aturan import mobil untuk balapan, juga pengenaan pajak yang tinggi untuk spare part peralatan keselamatan balap.
“Sebagai insan motorsport, saya pribadi memohon pemerintah untuk dapat memperhatikan kebutuhan olahraga balap ini. Mungkin lewat pelonggaran aturan yang memudahkan mendapatkan kendaraan dan peralatan balap,” kata dia lagi.
https://otomotif.kompas.com/read/2021/12/03/094200215/pebalap-indonesia-kerap-ketinggalan-cuma-mampu-mobil-balap-bekas