JAKARTA, KOMPAS.com - Para pemohon Surat Izin Mengemudi (SIM) baik yang akan memperpanjang masa berlaku, maupun membuat baru diwajibkan untuk mengikuti tes kesehatan rohani atau tes psikologi.
Tujuan tes tersebut dimaksud untuk menilai beberapa aspek dalam meminimalisir risiko saat berkendara. Mulai dari kemampuan konsentrasi, kecermatan, pengendalian diri, kemampuan penyesuaian diri, stabilitas emosi, serta ketahanan kerja.
Jangan sampai seperti kejadian yang viral baru-baru ini, seorang pengemudi pria mengendarai Mercedez-Benz E300 melawan arah di Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta (Jakarta Outer Ring Road/JORR) hingga menabrak dua mobil karena melawan arah.
Hal ini bisa terjadi lantaran pria berusia lanjut itu mengalami penyakit demensia, bahkan ia diketahui tidak mengantongi SIM dan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK).
Menanggapi hal ini, pakar keselamatan berkendara yang juga pendiri Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) menjelaskan, memang tes kesehatan sudah seharusnya dilakukan. Tapi paling penting, saat hendak mengajukan permohonan SIM, seharusnya dimulai dari kesehatan terlebih dulu.
“Selama ini saya kira tidak ada pengetesan kesehatan yang betul-betul dilakukan saat bikin SIM. Jangankan kesehatan, tes narkoba saja tidak, padahal ini dasar,” ucap Jusri saat dihubungi Kompas.com beberapa waktu lalu.
Menurut Jusri, pengetesan keselamatan wajib dilakukan guna mengetahui apakah masyarakat pemohon SIM memiliki riwayat penyakit yang sifatnya krusial.
Ambil contoh seperti penyakit jantung dan epilepsi. Kedua penyakit tersebut tentu wajib diketahui karena memiliki dampak yang cukup besar.
Bila sedang mengendarai mobil atau sepeda motor dan penyakit kambuh, akibatnya akan sangat fatal. Bukan hanya berdampak pada pengendara yang mengalami penyakit tersebut, tapi juga bagi pengguna jalan lain.
Saat serangan jantung misalnya, otomatis konsentrasi akan langsung hilang, pengendara pun tak bisa mengontrol kemudi kendaraannya dan berpotensi membahayakan jiwa pengguna jalan lain. Begitu juga saat epilepsi kumat.
“Selama ini kebanyakan tes kesehatan hanya dengan membawa surat keterangan, tapi akan lebih detail lagi bila kesehatan benar-benar dilakukan di tempat. Bila memang pemohon memiliki risiko kesehatan yang besar, polisi bisa mengambil sikap untuk tidak menerbitkan SIM,” ucap Jusri.
Lebih lanjut, Jusri mengatakan, meski tak ada catatan resmi, tapi sebenarnya cukup banyak kecelakaan terjadi akibat pengendara yang memiliki riwayat penyakit berisiko. Karena itu, tes kesehatan harusnya juga menjadi prioritas karena menyangkut dampak langsung saat berkendara.
Dalam Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULLAJ) Nomor 22 Tahun 2009 memang tertulis jelas pada pasal 81 ayat (4) mengenai persyaratan penerbitan SIM adalah kesehatan, baik jasmani maupun rohani.
Untuk rohani dilakukan melalui psikotes, sedangkan untuk persyaratan jasmani, cukup dengan surat keterangan dari dokter.
https://otomotif.kompas.com/read/2021/11/29/064200815/pentingnya-tes-kesehatan-saat-membuat-sim