JAKARTA, KOMPAS.com – Kecelakaan yang melibatkan truk atau kendaraan besar lainnya seperti bus masih marak terjadi di jalanan Indonesia. Dimensi serta beratnya yang besar, cara mengemudinya tidak bisa disamakan dengan mobil lain.
Memang yang terlihat, pengemudi truk sekadar bisa membawa kendaraannya atau terampil. Namun jika bertemu masalah di jalan seperti jalanan menanjak atau turunan curam, mereka hanya mengandalkan pengalaman yang bukan berdasarkan pelatihan.
Founder & Training Director Jakarta Defensive Driving Consulting, Jusri Pulubuhu mengatakan, minimnya kemampuan memahami permasalahan dan pelaksanaan tata tertib yang ada masih ditemui pengemudi truk di Indonesia.
“Dia bisa saja terampil, tapi dia tidak mampu memahami bahaya yang ada. Misalnya seperti tidak tahu kapan harus mengganti gigi perseneling, ini permasalahan pola pikir,” ucap Jusri kepada Kompas.com, Kamis (26/11/2020).
Terampil saat mengemudikan truk itu lebih ke hard skill, sedangkan kemampuan masuknya ke soft skill. Soft skill yang kurang saat mengemudi seperti tidak bisa membaca kondisi bahaya dan situasi, atau lalai jika sudah mengetahuinya.
“Soft skill meliputi karakter, intelegensi, moralitas, keimanan, komitmen, empati dan tanggung jawab. Lemahnya soft skill masih menjadi masalah pengemudi truk di Indonesia,” kata Jusri.
Jusri mengingatkan, seharusnya kendaraan yang berpotensi merugikan banyak orang seperti angkutan barang atau penumpang, harus ada pemberlakuan sistem atau peraturan yang meliputi dari hulu ke hilir.
“Dari perusahaannya ikut bertanggung jawab, seperti memberi pelatihan kepada pengemudi dan lainnya. Penegakkan hukumnya juga harus sampai ke perusahaan, kalau enggak dilakukan, kecelakaan yang melibatkan truk akan terus terjadi,” ucapnya.
https://otomotif.kompas.com/read/2020/11/27/201100815/kemampuan-sopir-truk-di-indonesia-masih-banyak-kurangnya