Mengubah kebiasaan yang sudah berakar puluhan tahun, memang bukan perkara yang mudah. Tapi, pemerintah Indonesia sudah pernah membuktikan melakukannya, buktinya program energi nasiional tabung gas elpiji 3 kilogram. Program ini bergulir sejak 2007 di bawah komanda Wakil Presiden Jusuf Kalla, saat pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), periode 2004-2009.
Berkat perubahan budaya ini, pemerintah mengaku mampu menghemat hingga Rp 20 triliun, dengan penghapusan subsidi minyak tanah. Meskipun, dalam perjalanannya, perubahan budaya ini juga memakan korban jiwa yang tidak sedikit. Praktik-praktik yang salah di level masyarakat, menimbulkan petaka, sehingga berita ledakan bom, kerap terjadi di era itu.
Belajar dari pengalaman ini, ada baiknya pemerintah Indonesia menunjukkan keseriusannya dalam mengembangkan era kendaraan listrik. Memang negara maju, seperti Amerika Serikat dan China sangat masif mendorong pengembangan teknologi dan penggunaan kendaraan listrik.
Upaya yang dilakukan pemerintah Thailand, dengan mendorong sosialisasi kendaraan listrik masuk dari kampus-kampus, merupakan langkah strategis. Dalam lima tahun ke depan, para mahasiswa ini lah nantinya yang bakal jadi konsumen masa depan. Tanpa edukasi yang baik soal teknologi, manfaat, fungsi, sampai mekanisme kendaraan listrik, para konsumen ini bakal sulit tertarik membeli.
Misalnya, proyek Ha:mo Car-sharing service yang tengah dilakukan Toyota Motor Thailand (TMT) menggandeng Universitas Chulalongkorn di Bangkok, Thailand. Chayadit Kittankajon, General Manager Sustainable Mobility Planning Dept TMT mengatakan, Bangkok sengaja dipilih untuk proyek ini karena isu mobilitas ini bisa menciptakan solusi terhadap kepadatan jalan serta polusi udara yang semakin buruk.
Menariknya, Ha:mo ini bukan diposisikan hanya sekedar proyek demonstrasi semata. Dalam menjalankan kegiatan ini, TMT kemudian membuka kesempatan perusahaan lain untuk mendukung proyek ini, sehingga nanti bisa menciptakan peluang-peluang bisnis baru yang lahir.
“Misalnya, salah satu sponsor kita dari Bank Thailand, nantinya mungkin mereka bisa menciptakan mekanisme pembayaran uang digital, karena kita menggunakan debit atau credit card,” ucap Chayadit di Bangkok, Selasa (30/1/2018).
Lewat potensi lahirnya bisnis baru, maka dukungan pengembangan kendaraan listrik, bukan hanya mengerucut pada pabrikan otomotif dan akademisi. Pemerintah bisa memetik aligoritma mekanisme pemanfaatan program mobil listrik ini, sehingga bisa menciptakan kebijakan yang mendukung perkembangan zaman. Sedangkan, dari sektor swasta, juga ikut mendukung karena peluang bisnis baru yang otomatis, juga melahirkan sumber keuntungan bagi perusahaan lain.
Operasional Ha:mo
Ha:mo, bisa dinikmati warga kampus dan masyarakat sekitar setiap hari kerja, Senin-Jumat, pukul 07.00 sampai 19.00. Tersedia total 10 unit Ha:mo yang beroperasi bisai digunakan setiap saat. Peserta yang mau menikmati layanan ini wajib mendaftar dulu, mencatat identitas, dan membayar 100 baht via kartu debit atau credit card.
Setiap menggunakan Ha:mo, dikenakan biaya 30 baht (Rp 12.800) untuk 20 menit pertama, setiap menit selanjutnya ada tambahan biaya 3 baht (Rp 855) per menit. Setiap penyewa Ha:mo juga wajb punya SIM mengemudi, kecepatan juga dibatasi maksimal 20 kpj selama digunakan, meskipun mobil listrik ini bisa berlari hingga 60 kpj.
Setiap pengguna Ha:mo wajib memarkirkan kendaraannya di titik-titik pemberhentian yang sudah ditetapkan. Total, ada 33 titik parkir yang bisa digunakan Ha:mo untuk berhenti atau memulai perjalanan. Jumlah tersebut tersebar di 12 stasiun pemberhentian di dalam lingkungan Kampus Chulalongkorn, terdiri dari lima titik dilengkapi dengan charger, dan tujuh tanpa.
“Untuk setiap pengisian dari nol sampai penuh, butuh waktu 5 jam, untuk daya tempuh 50 km. Jadi, sekali baterai Ha:mo terisi penuh, biasanya bisa digunakan dua sampai tiga hari operasional,” kata Chayadit.
https://otomotif.kompas.com/read/2018/01/31/074200515/budaya-kendaraan-listrik-dimulai-dari-kampus