Gorontalo, KompasOtomotif - Perjalanan Daihatsu Terios 7 Wonders Amazing Celebes Heritage di Pulau Sulawesi mulai masuk hari kedua, Jumat (3/10/2014). Selepas belajar Musik Bambu dari Tompaso, rombongan melanjutkan perjalanan menuju Torosiaje, Gorontalo untuk berjumpa dengan penduduk setempat, Suku Bajo.
Namun, bukan petualangan jika tidak dihadapkan dengan rintangan. Dalam perjalanan menuju permukiman Suku Bajo, tepatnya di daerah Bolaang Mongondow, rombongan menghadapi jalan yang rusak parah. Perjalanan yang berjarak sekitar 800 km itu semula diprediksi bisa ditempuh 11-12 jam, ternyata harus molor.
"Tadinya, jika berangkat setelah makan siang dari Tomposo, sampai di Torosiaje pukul 00.00 Wita waktu setempat. Tetapi, karena kondisi jalan yang rusak parah, kami baru tiba pukul 07.00 Wita," jelas Endi Supriatna, salah satu pimpinan rombongan kepada KompasOtomotif, Jumat (3/10/2014).
Kondisi
Kondisi jalur yang berkelok-kelok serta penerangan minim dari pra sarana jalan membuat kecepatan rombongan terbatas. Selain itu di beberapa titik, setiap mobil rombongan harus antre karena jalan yang rusak berat. Kondisi tersebut membuat waktu yang dihabiskan cukup lama. Rombongan bahkan harus rela tidur di dalam mobil, untuk istirahat sejenak sebelum memulai lagi perjalanan. Beruntung kabin Terios mampu memberikan kenyamanan sehingga tim bisa sekeda melepas lelah.
Selama perjalanan kali ini, ketujuh Terios diuji ketangguhan suspensinya. Tetapi, semua kondisi jalan yang tersaji bisa dilibas dengan tanpa masalah. Harris Maulana, salah satu peserta rombongan dari penggiat blog mengatakan, perjalanan dengan banyak tikungan dan jalan rusak, mutlak butuh kendaraan yang mumpuni.
"Biasanya kalau sehabis melalui jalan rusak, setelah bangun pagi, badan akan terasa sakit. Tetapi, saya merasa tetap segar, berarti suspensi mobil ini memang handal," jelas Harris.
Suku Bajo
Setelah berjibaku hingga belasan jam di jalan, akhirnya rombongan tiba di salah satu perkampungan Suku Bajo, di Torosiaje, Gorontalo. Di tempat ini, rombongan langsung disambut oleh Sangaang Pasandre (63), Ketua Adat setempat.
Suku Bajo lahir dan hidup di laut. Kehidupan mereka sangat lekat dengan laut, karena menjadi bagian dari sejarah sekaligus jati diri mereka. Mencari ikan merupakan mata pencaharian utama mereka, mulai dari memancing, memanah, sampai menjaring ikan. Hasil tangkapan kemudian dijual kepada penduduk sekitar pesisir atau pulau terdekat.
Mitos
Sangaang kepada rombongan menceritakan mitos terciptanya Suku Bajo di daerah Suwalesi dan sekitarnya. Cerita bermula dari Raja Malaka yang kehilangan putri, ketika tengah bermain di pantai. Akhinya, raja murka, meminta seluruh pengawal dan kesatria kerajaan untuk mencari seluruh pantai sampai ke tengah laut.
Raja juga mengancam seluruh prajuritnya untuk tidak pulang sebelum menemukan si putri. Akhirnya, sampai saat ini putri tidak ditemukan dan para prajurit itu memilih untuk menetap di laut. Bahkan, Suku Bajo cakupanya cukup luas, mulai dari Gorontalo, Labuan Bajo (Flores), sampai Filipina.
"Dulu kami sempat mau dilokalisasi ke darat, pada zaman Presiden Suharto, tetapi tidak betah. Kami kemudian diperbolehkan kembali ke laut, tetapi tidak nomaden lagi, menetap di permukiman apung," jelas Sangaang. Sangaang merupakan salah satu ketua adat dengan sekitar 380 kepala keluarga di kampungnya.
Kini, perjalanan Terios 7 Wonders Amazing Celebes Heritage kembali dilanjutkan dengan rute, Torosiaje – Toboli – Palu – Pasangkayu - Mamuju, berjarak 767 km. (ADV)