Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyebab Kekerasan Jalan Raya: Mengapa Masyarakat Marah?

Kompas.com - 25/12/2024, 09:22 WIB
Gilang Satria,
Agung Kurniawan

Tim Redaksi

 

JAKARTA, KOMPAS.com – Baru-baru ini, ada video viral di media sosial memperlihatkan pasangan suami istri yang dikeroyok oleh beberapa orang di jalur alternatif Puncak, Bogor, Jawa Barat.

Dalam video yang diunggah oleh akun Instagram dashcamindonesia, perselisihan tersebut menjadi perhatian publik karena menampilkan kata-kata kasar dan aksi pemukulan.

Korban dalam kejadian tersebut mengungkapkan bahwa sang istri, yang sedang hamil 8 minggu, terancam mengalami keguguran akibat stres menghadapi situasi kekerasan tersebut.

Baca juga: Pilihan Perkakas Nirkabel, Bikin Praktis Servis Kendaraan

Mengapa Kekerasan di Jalan Meningkat?

Founder Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), Jusri Pulubuhu, menyoroti bahwa kekerasan di jalan raya semakin marak terjadi, yang mencerminkan semakin beratnya beban hidup masyarakat.

"Itu adalah manifestasi kekesalan dari kehidupan yang lain para pengguna jalan. Ketika ada kekerasan di jalan, di mana pengemudi atau pengguna yang lain itu di Indonesia semakin menjadi," kata Jusri kepada Kompas.com, Selasa (24/12/2024).

Lebih lanjut, Jusri menjelaskan bahwa kasus pengeroyokan yang terjadi menunjukkan bahwa orang-orang sudah mengalami stres akibat tekanan kehidupan sehari-hari.

"Tapi kalau kita lihat itu kasus pengeroyokan, ini orang yang sudah mengalami stres akibat tekanan kehidupan," ujarnya.

Baca juga: Bus Baru PO Atlantic PM, Pakai Bangku Seperti Sofa

Ilustrasi mengemudi.kompas.com Ilustrasi mengemudi.

Apa Hubungan Antara Kesejahteraan dan Perilaku Pengemudi?

Menurut Jusri, perkelahian di jalan atau pengeroyokan adalah bentuk dari rasa cemburu sosial yang berkembang di masyarakat.

"Rasa kecemburuan ini yang macam-macam, ketika terjadi konflik di jalan orang-orang langsung melampiaskan di sana. Sehingga jalanan jadi ajang perkelahian," jelasnya.

Ia juga menyebutkan adanya hubungan kuat antara kesejahteraan hidup dan perilaku pengemudi di jalan.

Jusri memberikan contoh bahwa kondisi jalan di negara-negara maju berbeda dengan negara-negara dunia kedua atau ketiga.

Baca juga: Jelang Libur Natal, 900.000 Lebih Kendaraan Sudah Keluar Jabodetabek

Pengendara ojol berkelahiFoto: Tangkapan layar Pengendara ojol berkelahi

"Survei ketika tingkat kehidupan tinggi, jika ada kejadian (kecelakaan) tidak langsung main hakim sendiri, karena ekonomi dan tingkat kehidupan yang lebih baik," ungkapnya.

Apa Pelajaran yang Bisa Diambil dari Kejadian Ini?

Jusri menekankan bahwa kesejahteraan mempengaruhi perilaku, termasuk ketertiban dan kenyamanan yang berkaitan dengan aturan.

"Seperti orang Singapura lebih tertib dibandingkan Malaysia," tambahnya.

Ia juga mencatat bahwa orang yang terlibat dalam pengeroyokan kemungkinan besar hanya ikut-ikutan melampiaskan emosi, dan mungkin tidak terlibat langsung dalam peristiwa yang terjadi.

"Pelajaran yang bisa diambil dari kejadian ini adalah pentingnya ketertiban, komitmen terhadap keselamatan, serta rasa berbagi dengan pengguna jalan lainnya," ujarnya.

Melihat fenomena ini, kita diingatkan akan pentingnya menjaga ketertiban dan keselamatan di jalan, serta memahami bahwa perilaku di jalan adalah cerminan dari kesejahteraan hidup masyarakat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau