JAKARTA, KOMPAS.com - Tindak kekerasan di jalan raya saat ini masih kerap ditemui. Seringkali berawal dari cekcok, yang kemudian berakhir jadi kekerasan fisik.
Seperti yang baru-baru ini terjadi di Jalan Raya TB Simatupang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Jumat (26/8/2022). Seorang pengemudi mobil pribadi menampar sopir TransJakarta setelah cekcok.
Kejadian tersebut berhasil direkam oleh salah seorang penumpang TransJakarta yang berada di dekat sopir. Tidak lama setelah menampar sopir TransJakarta, pengemudi mobil pribadi itu segera kembali ke mobilnya.
Baca juga: Viral, Pengemudi Mobil Tampar Sopir Transjakarta gara-gara Senggolan
Peristiwa seperti ini bukan yang pertama kalinya terjadi. Padahal saat berkendara, pengemudi perlu mengedepankan kepentingan bersama dan bukannya menuruti emosi saat terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Tingginya emosi seorang pengemudi bisa disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya kurangnya edukasi terhadap aturan lalu lintas, atau kondisi psikologis seseorang. Dari kacamata psikologi, ada cara sederhana yang bisa dilakukan untuk mengendalikan emosi saat sedang berkendara di jalan raya.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Indonesia wilayah Jakarta Anna Surti Ariani. Menurutnya, ada manajemen diri yang bisa dilakukan oleh pengemudi sebelum bereaksi terhadap suatu kejadian di jalan raya.
"Yang bisa kita sampaikan secara singkat-padat, kalau ada kejadian tertentu, jangan langsung bereaksi. Tunda dulu reaksi kita. Cara menundanya itu, antara lain, yang tercepat adalah dengan menarik napas panjang," ucap Nina, sapaan akrabnya, saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (27/8/2022).
Nina melanjutkan, ada kondisi atau stimulus tertentu yang memancing emosi negatif pengemudi dan membuatnya langsung bereaksi terhadap hal tersebut. Jika si pengemudi bisa berhenti sejenak sebelum bereaksi, ini akan memberikan kesempatan untuk pengemudi tersebut berpikir jernih.
"Maka kita jadi mengaktifkan kemampuan berpikir rasional kita. Dan ketika kita bisa mengaktifkan kemampuan berpikir rasional kita, yang terjadi kita tidak reaktif tapi jadi berpikir, respon apa yang akan kita lakukan," ucap Nina.
Reaksi dan respon, lanjutnya, merupakan dua hal yang berbeda. Jika reaksi cenderung spontan, respon merupakan sesuatu yang dipikirkan terlebih dulu. Langkah termudah untuk tidak terlibat pertengkaran di jalan adalah dengan menunda reaksi dan menarik napas dalam sampai tenang, kemudian memikirkan jalan keluar lain yang bisa diambil.
Misal, sebagai contoh, ketika bersenggolan dengan kendaraan umum, pengemudi bisa mengambil jalan lain seperti mencatat pelat nomor atau memotret kemudian melaporkan ke pihak terkait, ketimbang harus berkonflik di jalan yang justru berakhir merugikan kedua pihak.
Baca juga: Harga Pertalite Naik, Jualan Motor Bisa Anjlok
"Misalnya, saya akan catat nomor bus-nya, catat jamnya atau memotret kejadiannya, misalnya. Kemudian kita laporkan. Itu lebih matang," ucap Nina.
Terakhir, ia menekankan pentingnya pengemudi untuk waspada saat sedang berkendara. Karena, bisa jadi, justru kita yang menjadi penyebab konflik atau permasalahan di jalan raya.
"Dengan kita menunda reaksi, kita tarik napas dalam dan menenangkan diri, kita jadi berpikir hal-hal yang bisa jadi (berasal) dari diri kita, atau orang lain. Dan bisa memutuskan sesuatu yang lebih matang, tanpa harus terlibat konflik," ucap dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.