JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian Taufiek Bawazier mengatakan bahwa saat ini serapan mobil listrik di Indonesia masih jauh dari harapan.
Hal tersebut dikarenakan beberapa faktor, mulai dari harga pasar yang tinggi, terbatasnya fasilitas pendukung, hingga kepercayaan pengguna dalam pemakaian sehari-hari.
"Di media sosial, seolah-olah mobil listrik ramai. Padahal yang banyak di Indonesia itu justru sepeda motor listrik dan bus," kata dia dalam diskusi virtual yang diselenggarakan oleh Forum Energizing Indonesia, Rabu (28/7/2021).
Baca juga: Selain Hyundai, Wuling Diklaim Mau Produksi Mobil Listrik di Indonesia
Taufiek menyatakan, dari 2015-2020 pendaftaran registrasi kendaraan listrik untuk jenis roda dua mencapai 2.010 unit yang beredar di dalam negeri dan dua unit bus listrik. Sementara mobil listrik tercatat 261 unit.
Sehingga dapat dibuktikan bahwa motor listrik lebih banyak digunakan ketimbang mobil listrik. Namun popularitas motor listrik seakan kalah dengan mobil listrik, khususnya di media sosial.
"Mobil listrik itu seperti fenomena telur dan ayam, antara produk dengan fasilitasnya (SPKLU). Masyarakat ingin nyaman jika punya mobil listrik termasuk saat mengisi dayanya," ujarnya.
Sebaliknya para pengusaha otomotif justru melihat besarnya populasi mobil listrik akan berdampak besar pada masifnya pembangunan infrastruktur mobil listrik.
Baca juga: Mobil dan Motor Klasik Bisa Digadaikan
"Sehingga tidak heran jika saat ini masyarakat masih banyak percaya pada mobil pembakaran internal atau ICE (Internal Combustion Engine)," ucap Taufiek lagi.
Tak sampai di sana, faktor rendahnya kepemilikan mobil listrik juga ia yakini sejalan dengan harga pasar yang masih tinggi. Ini dikarenakan harga baterai yang sangat mahal sementara daya beli masyarakat di level menengah ke atas (Rp 200 juta - Rp 300 juta).
"Di samping itu, pendapatan per kapita masyarakat Indonesia GDP di angka USD4.000. Jadi penerimaan mobil listrik itu juga tergantung dari purchasing power kita," ujar Taufiek.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.