JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah menggodok draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Larangan Minuman Beralkohol.
Namun sebelum RUU ini diajukan, undang-undang sudah jelas melarang pengemudi sehabis minum minuman keras membawa kendaraan bermotor baik mobil atau motor.
Koordinator Jaringan Aksi Keselamatan Jalan ( Jarak Aman) Edo Rusyanto mengatakan, sudah menjadi rahasia umum jika pengemudi mabuk bisa memicu terjadinya kecelakaan lalu lintas.
Baca juga: Belajar dari Kecelakaan Maut Xpander Vs Mobilio, Ini Sanksi Pengemudi Mabuk
“Mengemudi usai minum minuman beralkohol, terlebih sampai mabuk berpotensi merusak konsentrasi. Padahal, konsentrasi amat dibutuhkan untuk seorang pengemudi agar lebih aman, nyaman, dan selamat saat berkendara,” kata Edo kepada Kompas.com, belum lama ini.
Kemampuan menjaga konsentrasi adalah mutlak untuk memperkecil risiko saat berlalu lintas jalan. Konsentrasi bisa dijaga dengan senantiasa fokus dan waspada.
“Maka dari itu konsentrasi ini juga dituangkan dalam Undang-Undang No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) dalam pasal 106 ayat (1),” ujarnya.
Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Fahri Siregar, menjelaskan kecelakaan lalu lintas akibat pengemudi mabuk akan dikenakan UU nomor 22 tahun 2009 LLAJ Pasal 311.
Jeratan pasal ini dikarenakan adanya unsur kesengajaan pengemudi.
“Yakni mengemudikan kendaraan bermotor dengan cara atau keadaan membahayakan, sehingga menyebabkan kecelakaan," ujar Fahri.
Baca juga: Pahami Beda Sanksi Kecelakaan Karena Mengantuk dan Mabuk
Pasal 311 ayat (1) berbunyi:
"Setiap orang yang dengan sengaja mengemudikan Kendaraan Bermotor dengan cara atau keadaan yang membahayakan bagi nyawa atau barang dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah)."
Antisipasi
Pengamat transportasi yang juga mantan Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya Budiyanto, mengatakan ada beberapa cara untuk mengantisipasi pengendara mabuk.
Salah satunya yakni dengan melakukan upaya pre-emtif, preventif dan represif.
“Kegiatan pre-emtif itu misalkan dengan melakukan sosialisasi yang berkaitan dengan peraturan perundang-undangan. Kemudian bisa juga dengan melakukan kampanye keselamatan lalu lintas,” ucapnya.
Untuk giat preventif, yakni dengan melakukan penjagaan, pengaturan, patroli serta pengawalan.
“Ini dilakukan di daerah-daerah yang rawan kemacetan, pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas,” ujarnya.
Untuk tindakan represif, yakni dengan mengadakan represif justice atau mengadakan razia. Kemudian bisa juga dengan melakukan memberikan teguran kepada pelanggar lalu lintas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.