JAKARTA, KOMPAS.com - Jika terjadi kecelakaan tak sedikit para pengendara lain yang melintas berhenti dan berkerumun di jalan. Sebagian mengambil foto atau video yang justru membuat macet.
Training Director Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu, mengatakan, semestinya masyarakat lebih sadar bahwa tempat kejadian kecelakaan bukanlah tontonan.
Baca juga: Praktisi Sebut Naik Sepeda Motor di Indonesia Paling Berbahaya
Jika ingin membantu maka lalukan dengan cara yang benar. Misalnya mengamankan lokasi kejadian agar pengendara lain tidak terganggu. Segera menghubungi rumah sakit atau kepolisian.
“Segera membagi tugas, mengamankan lokasi kecelakaan agar tidak terjadi kecelakaan berikutnya, menghubungi pihak-pihak kompeten, yakni kepolisian dan ambulans sehingga bisa melakukan pertolongan pertama dengan tepat,” ujar Jusri kepada Kompas.com, belum lama ini.
Baca juga: Peraturan dan Penegakan Hukum Tak Cukup untuk Ciptakan Tertib Lalu Lintas
Jusri menilai, kebiasaan “ menonton kecelakaan” perlu diubah karena bertentangan dengan rasa kemanusiaan.
Salah satu cara meningkatkan kesadaran masyarakat yaitu melalui pelatihan atau kampanye terkait kesadaran berada di jalan raya. Termasuk pertolongan pertama pada korban kecelakaan.
“Jadi apa yang dilakukan biasanya dilakukan prosedur-prosedur itu biasanya disosialisasi oleh perusahan-perusahaan multinasional dan pemerintah juga aktif menyosialisasikan,” tutur Jusri.
Mengendarai sepeda motor merupakan aktivitas yang menuntut keterampilan individual. Terlebih di Indonesia dengan tingkat kecelakaan lalu lintas yang tinggi.
Aan Mulia Pawarna, Trainer Director Global Defensive Driving Center (GDDC), bahkan menggambarkan bahwa berkendara di jalan raya Indonesia adalah tindakan paling berbahaya di muka bumi.
"Saya berani bilang mengendarai sepeda motor adalah aktivitas paling berbahaya di Indonesia," kata Aan dalam diskusi virtual 75 Tahun RI, Sudahkan Kita Merdeka di Jalan Raya, Selasa (29/9/2020).
Secara keseluruhan, Aan mengatakan setiap tahun setidaknya ada puluhan ribu orang terlibat kecelakaan jalan raya. Mereka bisa menjadi penyebab, terlibat, dan korban kecelakaan.
Aan mengatakan, ada tiga faktor penyebab kecelakaan, yakni manusia, kendaraan, dan alam. Dari ketiga faktor itu, manusia paling dominan, yakni sekitar 90 persen.
Oleh karena itu, kata dia pengendara harus memiliki keahlian berkendara sebagai senjata pertahanan diri saat berkendara. Kasusnya sama seperti tentara yang harus memiliki senjata saat terjun ke medan perang.
"Jadi, pengendara motor juga harus memiliki senjata saat turun ke jalan raya," kata Aan.
Kasubdit Kamsel Ditlantas Polda Metro Jaya Herman Ruswandi, mengatakan, pada 2019 kasus kecelakaan mencapai 8.877 dengan meninggal dunia 559 orang dan luka-luka sebanyak 8.318. Jumlah itu naik tajam dari 2018, yakni 5.903 kasus, korban meninggal 567 orang, dan luka-luka 5.336 orang.
Merujuk data Korlantas Mabes Polri dan Badan Pusat Statistik (BPS), 10 tahun terakhir jumlah orang meninggal akibat kecelakaan lalin semakin tinggi.
Edo Rusyanto, Koordinator Jaringan Aksi Keselamatan Jalan (Jarak Aman) mengatakan, hal itu terlihat dari naiknya fatalitas kecelakaan lalin sebesar 33 persen menjadi 12,4 pada 2018, dibandingkan 2009 yang hanya 8,6.
Pada 2018, dari 100.000 penduduk ada 12 orang meninggal akibat kecelakaan. Lebih tinggi dari 2009 yang mana dari 100.000 penduduk hanya sembilan orang meninggal akibat kecelakaan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.