JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengaktifkan kembali regulasi ganjil genap di tengah pandemi Covid-19, menuai beragam reaksi. Terutama soal ganjil genap untuk sepeda motor.
Seperti diketahui, kali ini pembatasan volume lalu lintas bukan hanya untuk mobil pribadi saja, namun juga untuk pengguna motor pribadi.
Pengamat Transportasi Djoko Setijwarno yang juga merupakan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), mengatakan sebelum menerapkan aturan ganjil genap untuk motor, perlu dipastikan pengawasannya benar-benar siap dilakukan.
Baca juga: Ojol Bebas Ganjil Genap, Percuma Ada Pembatasan Kendaraan
"Ganjil genap tidak masalah, tapi yang jadi masalah bagimana nanti pengawasannya. Apakah sudah siap, mobil kemarin pun belum berjalan dengan baik, masih ada yang mengakali dengan menggunakan pelat nomor ganda, apalagi motor," ujar Djoko kepada Kompas.com, Minggu (8/6/2020).
Menurut Djoko, dengan jumlah populasi motor yang sangat banyak di Jakarta, tentu secara pengawasannya akan lebih sulit dibandingkan mobil.
Kemungkinan adanya pemalsuan pelat nomor juga cukup besar, mengingat motor menjadi alat transportasi yang paling favorit digunakan semua segmen masyarakat.
Selain itu, penerapan ganjil genap di Jakarta pada masa pendemi Covid-19 juga harusnya dikaji lebih dalam. Hal ini penting dilakukan untuk memastikan bila transportasi umum yang akan digunakan bisa terkontorl sesuai protokol kesehatan.
Baca juga: Antara Ganjil Genap dan Kesiapan Transportasi di Tengah Pandemi
Budiyanto, pemerhati transportasi, sebelumya juga mengatakan hal senada. Meski pada dasarnya sah-sah saja untuk memberlakukan ganjil genap untuk motor, tapi perlu dilakukan kajian yang komprenhensif dari segala aspek.
Mulai dari sosial, faktor ekonomi, keamanan, serta ruang sosialisasi yang cukup sehingga dapat meminimalisir dampak negatif yang kemungkinan bisa terjadi.
"Atau diberikan solusi bahwa ganjil-genap untuk sepeda motor diberlakukan pada koridor atau ruas jalan dan waktu tertentu. Intinya harus ada kajian yang komprenhensif, dan ruang sosialisasi yang cukup dapat meminimalisir dampak," kata Budiyanto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.