Bangkok, KompasOtomotif – Kisruh politik Thailand yang berlangsung sejak November lalu, membuat prinsipal Jepang yang punya pabrik mobil di negara tersebut mulai frustrasi. Terakhir, produsen #2 Negeri Sakura, Nissan – diberitakan Financial Times – ikut menurunkan target penjualan di Thailand pada tahun ini.
Alasannya, situasi politik yang masih kacau dan tiada lagi insentif atau potongan pajak bisa merangsang konsumen membeli mobil. Diberitakan, pada kuartal terakhir 2013, Nissan cuma bisa menjual 21.700 unit, separo yang dari pada tahun sebelumnya untuk periode yang sama.
Padahal Nissan telah berusaha keras meningkatkan penjualan di negara berkembang, seperti Thailand, Indonesia, India, Rusia dan Afrika Selatan. Bahkan untuk 4 negara terakhir, dilakukan dengan menghidupkan kembali merek Datsun.
Masalahnya, harapan Nissan ternyata tidak secerah, saat mengumumkan menghidupkan kembali Datsun pada 2012 di Jakarta. Perkembangan terakhir, India dan Rusia yang sangat diharapkan, justru mengalami kelesuan. Sementara di Indonesia, Datsun datang paling belakang memanfaatkan program mobil harga terjangkau dan hemat energi pemerintah, LCGC.
GM dan Ford
Sebelumnya beberapa produsen Jepang telah menurunkan target dan memperkirakan penjualan mobil akan turun di Negeri Gajah Putih tersebut, antara lain Toyota, Honda, Mazda dan Mitsubishi. General Motors (GM) dan Ford juga,
sudah mengumumkan, penjualannya di Thailand tahun ini akan turun tanpa menyebutkan angka spesifik.
Hino, produsen kendaraan niaga – bus dan truk - diberitakan juga harus menurunkan produksi karena penjualan dipastikann turun. Sedangkan Toyota, sudah mengungkapkan rasa kecewa, berfikir ulang untuk meneruskan rencana investasi baru 20 miliar baht atau sertara dengan Rp 7,3 triliun untuk meningkatkan produksi di Thailand.
Turun
Tekanan ekonomi terhadap Thailand juga makin berat. Negara yang sebelumnya paling populer sebagai destinasi berlibur, kini sudah merasakan, kunjungan turis berkurang. Akibat selanjutnya, daya beli melemah. Pertumbuhan ekonomi di negara itu diperkirakan hanya 3 persen. Penurunan cukup besar dibandingkan 2012, pertumbuhan ekonomi mencapai 6,5 persen.
“Semula Thailand berambisi menjadi Detroit Asean. Hal tersebut membutuhkan tambahan investasi asing agar bisa memproduksi mobil lebih banyak lagi. Namun melihat kondisi politik sekarang, target tersebut susah dicapai,” jelas Fred Gibson analis dari perusahaan riset Moody’s Analytics yang dikutip the Wall Street Journal, minggu lalu.
Steve Wilford, Direktur Control Risks, satu perusahaan analis risiko global menambahkan, setengah lusin perusahaan yang bekerja sama dengannya, termasuk sekolah internasional dan produsen mobil, telah menahan investasi di Thailand. Penyebabnya, perselisihan politik yang terus berlangsung sampai sekarang. Investator asing terbesar di negara itu, Jepang, frustrasi. “Investor lari karena kesabaran mereka habis,” komentar Wilford.
“Jika kondisi tersebut terus berlanjut, akan membahayakan target negara itu memproduksi 3 juta mobil pada 2017. Padahal, untuk mencapai produksi 3 juta harus ada investasi asing baru,” tambah Gibson. Sementara itu Masahiro Moro, Managing Executive Office Mazda minggu lalu mengatakan, kondisi politik Thailand menyebabkan investor hilang kepercayaan.
Prediksi 2014
Bulan lalui, Toyota sudah mengumumkan, penjualan di Thailand akan turun 13,6 persen atau hanya 1,15 juta unit. Ternyata, IHS Automotive lebih pesimis, memperkirakan turun 19 persen atau tinggal 1,08 juta unit. Untuk produksi, hanya turun 8 persen atau tinggal 2,2 juta unit dari tahun lalu 2,45 juta unit.
Tahun lalu, produksi mobil di Thailand terbesar di Asean dan nomor 9 di dunia, sekaligus menciptakan rekor dalam sejarah industri otomotif negara tersebut dalam 52 tahun. Separoh dari produksi Thailand itu diekspor, sisanya diserap oleh pasar domestik.
Indonesia
“Masalah lain, upah buruh juga mulai naik. Prinsipal pun melirik negara lain, seperti Vietnam dan Laos,” jelas Masahiro Fukuda, Manajer Perusahaan riset Jepang, Fourin, khusus menangani masalah otomotif.
Menurutnya, Indonesia juga menarik. Pasalnya, sebagian besar mobil yang diproduksi diserap oleh pasar domestik dengan populasi mendekati 250 juta orang. Sementara Malaysia menggoda dengan menawarkan insentif pajak untuk memproduksi kendaraan hemat energi.
Ditambahkan, Honda yang baru saja mengucurkan dana 17,15 miliar baht atau Rp 6,3 triliun untukmembangun pabrik ketiga, menurut Tetsuo Iwamura, Executive Vice President Honda Motor Co., tidak akan menambahnya lagi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.