JAKARTA, KOMPAS.com - Federasi Industri Thailand melaporkan bahwa industri kendaraan roda empat atau lebih di negeri Gajah Putih tengah mengalami keterpurukan yang dalam selama 2024.
Pada kurun waktu tersebut tercatat total produksi mobil hanya mencapai 1,47 juta unit dari sebelumnya 1,83 juta unit. Menunjukkan performa yang anjlok hingga 20 persen secara year-on-year (yoy) dan berkontraksi selama 17 bulan berturut-turut.
Sementara dari sisi penjualan domestik, nasibnya lebih parah di mana terjadi penurunan 26 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya menjadi 572.675 unit. Jumlah ini menjadi yang terendah dalam 15 tahun terakhir.
Baca juga: Soal Usulan DPR Moge Bisa Masuk Tol, Ini Tantangan yang Dihadapi
Juru Bicara Asosiasi Industri Otomotif Thailand, Surapong Paisitpattanapong, menyampaikan, hal tersebut disebabkan beberapa faktor seperti permintaan yang melemah karena bank-bank memperketat pinjaman serta utang rumah tangga yang tinggi.
"Tingkat penolakan kredit mobil sepanjang 2024 lalu melonjak hingga 70 persen," kata dia, dikutip Reuters, Kamis (30/1/2025).
Lesunya permintaan pasar domestik di Thailand memberikan dampak besar terhadap sektor manufaktur Thailand. Kapasitas produksi di pabrik-pabrik otomotif turun hingga sekitar 58 persen pada November 2024.
Alhasil, Pemerintah Thailand mengeluarkan berbagai kebijakan keringanan utang, termasuk untuk masyarakat yang mengalami kesulitan membayar cicilan kendaraan.
Diketahui, Thailand saat ini memiliki rasio utang rumah tangga 86 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB)-nya, yang tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Kondisi ini semakin memperburuk daya beli masyarakat, yang akhirnya berdampak pada sektor otomotif.
Baca juga: Pertolongan Pertama pada Mobil yang Terendam Banjir
Sebagai perbandingan, total penjualan mobil di Indonesia pada tahun 2024 sebanyak 865.723 unit (wholesales) dan/atau penjualan ritel 889.680 unit. Namun, capaian tersebut turun 13,9 persen yoy.
Adapun ekspor mobil dari Thailand tahun lalu ambles 8,8 persen jadi 1,02 juta unit. Capaian tersebut sedikit di bawah target tahunan sebesar 1,05 juta unit.
Surapong menjelaskan, hal ini karena kondisi geopolitikal yang tengah bergejolak, kompetisi kendaraan listrik, dan pengetatan batas emisi di beberapa negara tujuan ekspornya.
Meski demikian, pelaku industri otomotif Thailand tetap optimistis penjualan kendaraan akan mengalami pemulihan pada 2025. Salah satu strateginya melalui perluasan pangsa pasar ekspor.
"Diperkirakan produksi mobil pada 2025 akan meningkat menjadi 1,5 juta unit. Dari jumlah tersebut, sekitar dua pertiga akan dialokasikan untuk pasar ekspor," ujar Surapong.
Baca juga: Inovasi Baru untuk Meningkatkan Performa dan Efisiensi BBM Mobil
Peluang Indonesia
Dengan kondisi yang bergejolak ini, Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara mengatakan, Indonesia harus memanfaatkan keadaan.
“Ke depan, otomotif di Indonesia bisa lebih baik. Thailand sendiri kita tahu kondisinya tidak baik-baik juga. Jadi seharusnya momentum inilah dimanfaatkan oleh Indonesia,” kata dia kepada Kompas.com.
Menurut dia, Indonesia saat ini masih konsisten menjadi salah satu kontributor utama pada sektor otomotif di kawasan ASEAN. Sebab itu, momentum ini harus bisa dimanfaatkan untuk mempertahankannya melalui berbagai kebijakan yang menguntungkan.
"Dari pengalaman kami pada 2021, program insentif PPnBM DTP berhasil meningkatkan penjualan meskipun sempat mengurangi pendapatan pemerintah sekitar Rp 3 triliun," kata Kukuh.
Meski ada kerugian jangka pendek, peningkatan penjualan mobil memberikan dampak positif dengan potensi keuntungan mencapai 5 persen. Ini menunjukkan bahwa insentif bisa menjadi langkah efektif untuk mendorong pertumbuhan industri otomotif.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.