JAKARTA, KOMPAS.com - Peta persaingan pasar otomotif Indonesia sedang mengalami pergeseran dominan. Produsen otomotif asal China perlahan-lahan mengikis dominasi merek Jepang yang telah bertahan menguasai pasar nasional selama beberapa dekade terakhir.
Melalu strategi harga kompetitif, inovasi teknologi, dan pendekatan baru, produsen China perlahan tapi pasti, berhasil menarik perhatian konsumen yang sebelumnya didominasi oleh merek Jepang.
Sementara itu, strategi ortodoks merek Jepang yang mendominasi pasar membuat, nama besar seperti Toyota, Honda, Mitsubishi, Suzuki, Nissan, dan Mazda terkesan seolah jadul.
Selain itu, keunggulan merek China menguasai teknologi baterai dunia, membuat masa depan teknologi new energy vehicle (nev) alias kendaraan elektrifikasi, yang terdiri dari mobil listrik murni (battery electric vehicle) dan plug-in hybrid electric vehicle (PHEV) jadi lebih masuk akal, karena harga yang super kompetitif.
Baca juga: Cara China Menjaga Kualitas Sopir Truk dari Bahaya Kecelakaan
Sejarah Mobil China di Indonesia
Mobil asal China pertama kali hadir di pasar dalam negeri pada 2006 melalui Chery, yang memperkenalkan QQ, mobil perkotaan mungil dengan harga terjangkau. Sambutan awal cukup baik karena kendaraan ini menawarkan mobilitas murah.
Pada 2009, Geely ikut meramaikan pasar dengan model MK, sedan mewah berharga kompetitif yang juga menarik perhatian konsumen.
Namun, respons positif itu tak bertahan lama. Kritik tajam terhadap kualitas, keamanan, dan daya tahan kendaraan membuat pamor mobil China menurun drastis. Kala itu, dominasi merek Jepang tak berhasil tergoyahkan.
Pada awal 2010-an, pangsa pasar mereka bahkan tak mencapai 1 persen. Akibatnya, Chery dan Geely memutuskan untuk meninggalkan pasar Indonesia pada 2012–2013.
Baca juga: Mobil Listrik Wuling Laris, Bagaimana Nasib Confero dan Kawan-kawan?
Setelah beberapa tahun absen, produsen mobil asal China kembali dengan strategi yang jauh lebih terencana dan fokus. Tahun 2017 menjadi titik awal gelombang baru kendaraan asal China yang menawarkan perubahan signifikan.
Mereka tidak hanya memanfaatkan strategi harga kompetitif tetapi juga mulai berinvestasi dalam kualitas, teknologi, dan layanan purna jual untuk menarik konsumen Indonesia yang sebelumnya cenderung skeptis.
Wuling Motors dan DFSK menjadi pionir gelombang ini, memperkenalkan produk yang lebih matang dan sesuai kebutuhan pasar. Langkah ini diikuti oleh merek-merek lain seperti MG, yang mulai hadir di 2020, Chery yang kembali masuk pada 2022, serta BYD hingga Neta yang mulai membidik segmen kendaraan listrik (electric vehicle/EV).
Baca juga: China-Korsel Mulai Bikin Pabrik Baterai EV di Indonesia, Toyota Kapan?
Awal kebangkitan kendaraan asal China ditandai dengan penjualan 5.050 unit oleh Wuling pada 2017, diikuti DFSK dengan 159 unit. Meski kontribusinya hanya 0,48 persen dari total penjualan kendaraan nasional, ini menjadi langkah penting membangun pijakan di pasar Indonesia yang didominasi merek Jepang.
Seiring waktu, kontribusi kendaraan asal China meningkat signifikan. Pada 2021, pangsa pasar mereka mencapai 3,37 persen dari total penjualan 887.202 unit. Tahun 2022 menjadi momen penting bagi mereka dalam memperkenalkan mobil listrik berbasis baterai melalui peluncuran Wuling Air EV, mobil listrik murah yang sukses menarik perhatian pasar.
Dampaknya, kontribusi kendaraan China mampu bertahan pada level 3,18 persen dari total pasar 1,05 juta unit. Sementara, Wuling mencatat penjualan 29.989 unit, diikuti DFSK dan MG yang mencatatkan performa yang relatif stabil.
Kesuksesan ini diikuti oleh Chery dengan Omoda E5, MG dengan MG 4EV, sampai Neta V yang mulai dipasarkan akhir 2023. Sayangnya pada periode dimaksud, penjualan otomotif nasional turun 1,5 persen dengan kendaraan asal China mempertahankan pangsa pasar 3,03 persen.
Penetrasi tersebut kian menarik usai masuknya BYD, yang langsung membawa empat model andalan, Seal, Atto 3, Dolphin, dan M6. BYD M6 merupakan mobil listrik 7-penumpang pertama di pasar nasional, resmi meluncur pada pertengahan 2024.
Baca juga: Chery Targetkan Penjualan Mobil Tembus 10.000 Unit sampai Akhir Tahun
Alhasil, membuat pangsa pasar merek mobil asal China sepanjang Januari-Oktober 2024 naik drastis hingga 5,61 persen dari total 710.406 unit. Pada periode sama, pangsa pasar mobil Jepang justru makin susut, dari 95 persen terisa 90 persen saja.
Fakta yang menarik, kehadiran merek dan model baru biasanya mampu merangsang pasar otomotif nasional. Tapi, situasi berbeda tahun ini, terjadi pelemahan ekonomi nasional, sehingga merek dan model baru, hanya memperketat persaingan, menggerus segmen yang ada