Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penggunaan Pelat Dewa Palsu Jadi Sasaran Operasi Zebra 2024

Kompas.com - 14/10/2024, 17:12 WIB
Ruly Kurniawan,
Aditya Maulana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Penyalahgunaan pelat nomor kendaraan atau tanda nomor kendaraan bermotor (TNKB) diplomatik alias pelat dewa palsu jadi salah satu pelanggaran lalu lintas yang disasar dalam operasi zebra 2024.

Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Kombes Latif Usman menyebut hal tersebut dikarenakan masih banyak aduan dari masyarakat mengenai pelat nomor palsu untuk kepentingan pribadinya. Sehingga membuat mobilitas terganggu.

Padahal penggunaan pelat nomor sesuai Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) sudah tertuang secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).

Baca juga: Ini 14 Pelanggaran Lalu Lintas yang Diincar Selama Operasi Zebra 2024

14 sasaran pelanggaran Operasi Zebra 2024.Kompas.com/Daafa Alhaqqy 14 sasaran pelanggaran Operasi Zebra 2024.

"Penyalahgunaan TNKB diplomatik menjadi sasaran kita karena banyak orang yang memalsukan. Jadi orang mencetak memalsukan nomor tersebut," kata dia dalam keterangannya, Senin (14/10/2024).

Atas dasar itu, Latif mengatakan pihaknya kemudian memasukkan laporan beberapa kedutaan, tentang Nopol-nya yang dipakai oleh orang-orang yang bukan bagian diplomat tersebut.

Dasar hukum untuk pelanggaran ini tertulis dalam UU 22/2009, di mana pelanggar atau pengguna yang memakai pelat nomor rahasia atau dinas tidak sesuai peruntukkan akan dikenakan tilang sebesar Rp 500.000 atau kurungan paling lama dua bulan.

Baca juga: Daftar Besaran Denda Tilang bagi Pelanggar Operasi Zebra 2024

Pelanggaran serupa juga tertulis di Pasal 391 dan Pasal 492 Undang-undang nomor 1 tahun 2023 alias Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) baru, juncto Pasal 280 Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).

Melalui rentetan pasal tersebut, seorang yang menggunakan pelat nomor palsu dianggap melakukan pemalsuan identitas, dengan tujuan untuk mendapatkan suatu hak keistimewaan tertentu. Jeratan hukum yang dibebankan adalah pidana penjara paling lama 6 tahun, dan atau denda kategori VI (berat) dengan nilai maksimal Rp 2 miliar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau