TANGERANG, KOMPAS.com - Penggunaan sepeda motor listrik masih sedikit jika dibandingkan motor berbahan bakar konvensional. Padahal pemerintah sudah memberikan subsidi untuk pembelian motor listrik.
Agus Purwadi, peneliti otomotif dan Akademisi ITB Bandung, mengkritisi pemberian subsidi motor listrik yang diberikan pemerintah karena menilai insentif Rp 7 juta yang diberikan terlalu "cair."
Baca juga: Motor Jarang Dipakai, Apakah Tetap Harus Dipanaskan?
Menurutnya, subsidi motor listrik yang terlalu mudah justru membawa masalah sampingan. Motor listrik yang banyak beredar saat ini ialah motor dengan jenis baterai sealed lead acid atau SLA yang secara kualitas tak cukup baik.
"Saat ini subsidi Rp 7 juta tapi apakah dilihat baterai pakai lithium atau tidak dan kapasitasnya berapa, tidak kan. Jadi yang pakai (subsidi) ialah motor yang harganya sudah murah," ujar Agus yang ditemui ICE BSD City, Tangerang, belum lama ini.
"Jadi kalau dilihat ialah motor emak-emak itu bisa Rp 2,5 juta baterainya lead acid padahal kita harus lihat, harus apple to apple (seimbang) jangan terlalu loss (longgar) juga," katanya.
"Iya karena menurut saya, harusnya jelas, karena level baterainya kalau (mau) mendorong ke arah elektrifikasi minimal dia harus basisnya lithium, tidak boleh yang SLA," ujar Agus.
Baca juga: Peluang Mobil Listrik Suzuki eVX Dirakit Lokal di Indonesia
Untuk diketahui, secara garis besar baterai motor listrik terbagi dua yaitu Sealed Lead Acid (SLA) dan Lithium. Lithium sendiri dibagi lagi menjadi dua, yakni Lithium Ion (Li-Ion) dan Lithium Polymer (Li-Po).
Agus mengatakan, beredarnya motor listrik yang menggunakan baterai berdaya rendah justru pada akhirnya menekan pertumbuhan motor listrik itu sendiri.
Baca juga: Peluang Mobil Listrik Suzuki eVX Dirakit Lokal di Indonesia
Sebab sampai saat ini isu mengenai motor listrik ialah soal kapasitas baterai, daya tempuh, dan juga performa.
Belum lagi saat ini fenomena yang menjamur di masyarakat terutama di akar rumput bukan memakai motor listrik tapi sepeda listrik.
"Akhirnya (perbedaan) sepeda (listrik) dan motor (listrik) cuma dilepas pedalnya, seharusnya berdasarkan kapasitas baterai karena kelemahannya motor listrik di baterai. Itu yang justru membuat (perkembangan) motor listrik terhambat," katanya.
Padahal kata Agus, potensi Indonesia jadi pemain penting motor listrik sangat besar. Indonesia merupakan pasar sepeda motor terbesar ketiga di dunia.
Baca juga: Penasaran dengan Honda Motocompacto, cuma Eksibisi Khusus
Berdasarkan data Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), pada 2023 total penjualan motor di Indonesia mencapai 6,2 juta unit. Mayoritas penjualan datang dari merek Jepang yang kurang fokus pada motor litrik.
"Motor kita nomor tiga dunia, jadi seharusnya kita bisa menguasai bukan hanya Asean," ujar Agus.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.