Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sopir Truk Kurang Ilmu karena Dianggap Beban Bukan Aset

Kompas.com - 27/07/2024, 07:42 WIB
Gilang Satria,
Agung Kurniawan

Tim Redaksi

TANGERANG, KOMPAS.com - Kasus kecelakaan yang melibatkan truk tergolong masif di Indonesia. Padahal, jumlah populasi truk cuma seperempat dari populasi mobil.

Ketua Subkomite Lalu Lintas Angkutan Jalan Komite KNKT Ahmad Wildan mengatakan, mayoritas kecelakaan yang melibatkan truk terjadi karena kesalahan manusia (human error) atau dalam hal ini sopir.

Baca juga: Mengenal Teknologi DiSus System pada SUV BYD Yangwang U8

“Populasi kendaraan terbanyak nomor satu sepeda motor, kedua mobil, ketiga bus dan keempat truk. Jumlah kecelakaan terbanyak nomor satu motor tapi yang kedua ialah truk,” kata Wildan di ICE BSD City, Tangerang, Kamis (25/7/2024).

Modifikasi ekstrem truk CanterKOMPAS.com/ JANLIKA PUTRI Modifikasi ekstrem truk Canter

Tingginya angka kecelakaan truk saat ini dinilai karena industri transportasi kekurangan pengemudi profesional. Sopir terutama sopir bus dan truk mestinya memiliki pengetahuan dan kompetensi yang formal.

Wildan mengatakan, tak sedikit sopir truk mengemudi tanpa dibekali ilmu yang cukup. Artinya, keahlian mengemudi yang diterapkan hanya sebatas pengalaman bukan dari pelatihan terstruktur.

Salah satu alasannya ialah karena perusahaan tempat sopir bekerja tidak melihat pengemudi sebagai aset perusahaan yang perlu dibangun.

Baca juga: Intip Bus Baru PO Garuda Mas, Punya 4 Kelas dalam 1 Kabin

“Pengemudi bukan dilihat sebagai aset ekonomi oleh perusahaan, melainkan sebagai beban ekonomi. Sopir sudah dibayar berarti harus kerja. Mau sekolah atau ke dokter bukan urusan perusahaan,” ujarnya.

Antrean truk di tol Merak-Jakarta di wilayah Kota Cilegon, Banten, Jumat (25/5/2012).KOMPAS/CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO Antrean truk di tol Merak-Jakarta di wilayah Kota Cilegon, Banten, Jumat (25/5/2012).

Baca juga: Ahok Sebut Potensi Otomotif Indonesia Masih Cerah

Perusahaan hanya mau bayar orang yang siap kerja. Jadi itu masalah pola pikir ini yang keliru, dan ini terjadi di banyak tempat,” ujar Wildan.

Wildan mengatakan, ini jadi masalah besar transportasi Indonesia. Perusahaan perlu meningkatkan kemampuan sopir sebab sopir harus paham konsep safety driving dan berkendara defensive driving.

“Pengemudi kita ketinggalan jauh karena tidak pernah di-update. Pengemudi harus diajarkan bagaimana kecelakaan terjadi. Itu yang harus dikenalkan kepada pengemudi kita," ujar Wildan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau