JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus kecelakaan melibatkan layanan bus masih menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat saat ingin menggunakan transportasi umum. Bahkan, pada saat musim sibuk seperti mudik Lebaran, justru layanan bus rawan alami kecelakaan. Miris, tapi rata-rata penyebab faktor kecelakaan adalah sopir yang kelelahan.
Padahal, sopir merupakan peran yang paling vital dalam layanan bus. Apabila kelelahan atau mengantuk, praktis akan sangat berbahaya. Faktanya, di lapangan jam kerja dan durasi istirahat pengemudi tidak imbang, terutama sopir bus AKAP.
Baca juga: Mobil Bermasalah, Ini Cara Antisipasi Berhenti di Lajur Contraflow
Darmaningtyas, pengamat transportasi dari INSTRAN (Institut Studi Transportasi) mengatakan, sudah saatnya Kementerian Perhubungan menerapkan pasal 90 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkatan Jalan (UU LLAJ).
Pengemudi angkutan umum itu setelah mengemudi empat jam terus-menerus wajib beristirahat minimal 30 menit dan boleh melanjutkan perjalanannya maksimal empat jam lagi, setelah itu harus istirahat.
"Caranya adalah penentuan tarif angkutan umum berbasis bus harus didasarkan pada ketersediaan dua pengemudi. Dengan memasukkan kewajiban menyediakan dua pengemudi dalam satu bus AKAP ke dalam komponen tarif, akan memaksa PO Bus AKAP menyediakan dua pengemudi," kata pria yang akrab disapa Tyas tersebut dikutip dari keterangan resmi, Kamis (11/4/2024).
Tyas juga menyarankan agar perang tarif antar PO bus tidak boleh mengorbankan pengemudi angkutan umum. Selama ini, karena Kemenhub tidak melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pasal 90 UU LLAJ tersebut, akhirnya sejumlah operator bus AKAP tidak menyediakan dua pengemudi karena dirasakan membebani.
Baca juga: Tempuh Semarang-Cirebon Non Tol, Seberapa Irit Yaris Cross dan Innova Zenix Hybrid?
"Kementerian Pariwisata juga jangan tidur saja, tapi perlu memaksa penyedia tempat-tempat rekreasi, termasuk hotel-hotel yang diinapi para wisatawan domestik, wajib menyediakan tempat istirahat pengemudi yang nyaman, sehingga ketika esok pagi harus mengantar para wisatawan, pengemudi itu sudah segar," kata Tyas.
Menurut Tyas saat sudah ada kecelakaan yang merenggut korban jiwa, baru saling menyalahkan. Maka dari itu, Kemenhub harus menata layanan angkutan umum yang berkeselamatan dengan mengacu pada UU LLAJ yang sudah ada.
"Jangan sampai demi efisiensi, pengemudi angkutan umum dikorbankan," ujar Tyas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.