Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wacana Tes Psikologi SIM Diperketat, Bisa Cegah Kecelakaan

Kompas.com - 26/01/2024, 07:12 WIB
Daafa Alhaqqy Muhammad,
Aditya Maulana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Selain ujian praktik di lapangan, masyarakat yang hendak membuat Surat Izin Mengemudi (SIM) baru juga diwajibkan mengikuti tes uji kesehatan dan tes psikologi, untuk memastikan kesehatan kondisi mental dan emosional.

Terbaru, muncul sebuah gagasan untuk memperketat proses tes psikologi saat ujian SIM. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah untuk lebih memastikan lagi kelayakan emosional dari para pemohon.

Gagasan ini mulai mencuat setelah meningkatnya angka kecelakaan lalu lintas (laka lantas) dalam kurun dua tahun terakhir, yakni 140.248 kasus di 2022 dan 148.307 kasus di 2023.

Riyan Zulfani, Psikolog dan Penguji SIM Polda Metro Jaya menjelaskan, pengetatan ini hanya akan difokuskan pada salah satu materi dalam tes psikologi, yakni uji personalitas atau uji EQ.

Baca juga: Luhut Sebut Tesla Tidak 100 Persen Pakai Baterai LFP

pemohon SIM di Solo mengikuti tes kesehatan rohani atau tes psikologi, Senin (9/3/2020).Ari Purnomo pemohon SIM di Solo mengikuti tes kesehatan rohani atau tes psikologi, Senin (9/3/2020).

“Rencananya memang personality test akan diubah, dibuat supaya semakin komprehensif lagi. Jadinya nanti data yang diterima juga jauh lebih lengkap,” ucapnya saat dihubungi Kompas.com, Senin (22/12024).

Untuk diketahui, ada tiga ujian yang harus dilakukan pemohon saat mengikuti tes psikologi yakni kognitif, psikomotorik, dan personalitas.

Kognitif dan psikomotorik cenderung mengacu kepada soal-soal teori dan bisa dipelajari. Contohnya seperti batas-batas kecepatan untuk setiap jenis jalan, dan sejenisnya.

Sedangkan tes personalitas lebih mengacu kepada pandangan pemohon saat menyikapi suatu kejadian. Soal-soalnya didesain untuk menunjukkan gambaran perilaku yang mungkin terjadi di jalan.

Baca juga: Bahaya Nyata Nekat Menerobos Lampu Merah

Ilustrasi kecelakaan, ilustrasi tabrakanSHUTTERSTOCK Ilustrasi kecelakaan, ilustrasi tabrakan

“Sayangnya pemohon cenderung tidak jujur saat mengisi pertanyaan, dan pertanyaannya sendiri memang kurang komperhensif. Misalnya pertanyaan ‘kalau mengantuk, bagaimana sikap anda?’, sebagian besar pasti jawab menepi, tapi fakta di lapangan biasanya lain,” kata dia.

Topik pengetatan tes psikologi ini disebut masih sebuah wacana, namun Riyan mengatakan, realisasinya nanti mungkin bisa berkontribusi pula pada penurunan angka kecelakaan.

“Kalau ada indikasi pemohon itu mentally unstable, kami (psikolog) bisa langsung menangani, dan memberikan konseling khusus,” ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau