Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penjelasan Mengapa Mobil Listrik Masih Dicap Penghasil Emisi

Kompas.com - 14/10/2023, 08:22 WIB
Ruly Kurniawan,
Agung Kurniawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Perindustrian RI (Kemenperin) menyatakan, tingkat emisi yang dihasilkan dalam proses masa pakai mobil listrik (electric vehicle/EV) saat ini masih menjadi persoalan.

Pasalnya, meskipun secara pemakaian kendaraan jenis ini sudah bisa menekan emisi hingga 100 persen, tetapi proses produksinya masih memakai mineral tambang.

Dalam upaya mewujudkan netralitas karbon, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita berharap stakeholder terkait harus berusaha agar total emisi Gas Rumah Kaca (ERK) bisa ditekan.

Baca juga: Momen Oliveira Bertemu Lagi dengan Risman, Staf Hotel yang Mendukungnya

Ilustrasi kendaraan listrik atau electric vehivle (EV). Dok. Freepik Ilustrasi kendaraan listrik atau electric vehivle (EV).

"Emisi kendaraan listrik akan jauh lebih rendah jika energi listrik yang digunakan untuk proses produksi dan saat mengisi baterai berasal dari energi bersih yang ramah lingkungan," katanya, Jumat (13/10/2023).

"Sehingga, dekarbonisasi sektor kelistrikan dapat membantu mengurangi penggunaan fase emisi pada kendaraan listrik berbasis baterai BEV (battey electric vehicle/BEV) ," lanjut Agus.

Lebih jauh, klaim tersebut diperoleh dari studi Polestar dan Rivian tahun 2021 di Eropa, Amerika Utara dan Asia Pasifik yang dilaporkan Polestar and Rivian Pathway Report (2023).

Pada laporan itu disebutkan jika selama siklus hidupnya, emisi yang dihasilkan EV sangat rendah dibanding kendaraan berbahan bakar fosil.

Data tersebut menjelaskan kalau emisi dari BEV hanya 39 tonnes of carbon dioxide equivalent (tCO2e). Sementara listrik hybrid (HEV) sebesar 47 tCO2e dan kendaraan konvensional capai 55 tCO2e.

Baca juga: Wacana Ganjil Genap buat Motor, Masih Mustahil

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan sambutan dalam agenda Indonesia Making 4.0 yang dihelat di Jiexpo, Jakarta, Rabu (23/8/2023).Kementerian Perindustrian Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan sambutan dalam agenda Indonesia Making 4.0 yang dihelat di Jiexpo, Jakarta, Rabu (23/8/2023).

Tingginya Life Cycle Emissions kendaraan konvensional dan kendaraan listrik hybrid terutama berasal dari faktor emisi gas buang saat pemakaian (tailpipe emissions), masing-masing sebesar 32 tCO2e (57 persen) dan 24 tCO2e (51 persen).

Adapun pada kendaraan listrik, faktor produksi energi listrik menjadi faktor utama penghasil emisi, yaitu 26 tCO2e (66,7 persen).

Jejak karbon juga terdapat pada produksi baterai kendaraan listrik BEV dan HEV, masing-masing 5 tCO2e dan 1 tCO2e.

Produksi baterai dan komponen lainnya di EV, memerlukan mineral tambang dan energi yang signifikan.

"Meski begitu, saat ini telah berkembang inovasi dan perbaikan dalam rantai pasok baterai dan teknologi pengemasan untuk mengurangi dampak tersebut," kata dia.

Baca juga: 1,11 Juta Mobil Lewat Jalan Tol Trans-Jawa Setiap Hari

Baterai mobil listrik Seres E1Kompas.com/Daafa Alhaqqy Baterai mobil listrik Seres E1

Pada sisi pemakaian, kendaraan listrik tidak menghasilkan emisi gas buang karena menggunakan motor listrik dan baterai sebagai penggeraknya.

Sedangkan kendaraan konvensional menghasilkan emisi langsung dari proses pembakaran BBM tergantung pada jenis dan kualitas bahan bakar yang digunakan (misalnya, bensin atau diesel) dan efisiensi mesin.

Emisi yang dihasilkan oleh BEV saat periode pemeliharaan kendaraan listrik pun dikatakan lebih rendah karena konsumsi energinya lebih sedikit.

Sementara kendaraan listrik hybrid dan kendaraan konvensional melibatkan penggunaan material dan energi yang lebih besar, serta penggantian suku cadang yang lebih banyak.

Ketika masa pakai berakhir, atau di tahap deponi dan daur ulang, kedua jenis kendaraan akan menghasilkan limbah. Kendaraan listrik hybrid dan konvensional menghasilkan limbah dari oli mesin dan komponen lainnya.

Baca juga: Kejadian Lagi, Kecelakaan Motor akibat Buka Pintu Mobil Sembarangan

Pengemudi ojek daring mengganti baterai sepeda motor listrik dengan yang sudah penuh terisi di Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU) di SPBU Pertamina, Jalan MT Haryono, Jakarta, Senin (28/3/2022). Pemerintah Indonesia menargetkan dua juta kendaraan listrik dapat digunakan oleh masyarakat Indonesia pada 2025 sebagai salah satu upaya untuk menerapkan penggunaan energi terbarukan.KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Pengemudi ojek daring mengganti baterai sepeda motor listrik dengan yang sudah penuh terisi di Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU) di SPBU Pertamina, Jalan MT Haryono, Jakarta, Senin (28/3/2022). Pemerintah Indonesia menargetkan dua juta kendaraan listrik dapat digunakan oleh masyarakat Indonesia pada 2025 sebagai salah satu upaya untuk menerapkan penggunaan energi terbarukan.

Bukan hanya itu, baterai bekas kendaraan listrik BEV juga dapat didaur ulang atau dijadikan energi penyimpanan sekunder.

Penting untuk dicatat bahwa dampak emisi selama siklus hidup kendaraan sangat dipengaruhi oleh sumber energi listrik yang digunakan.

Secara keseluruhan, sektor industri nasional mengeluarkan 15-20 persen dari total emisi Gas Rumah Kaca (GRK) nasional.

Dilihat dari sumber emisinya, 60 persen emisi berasal dari penggunaan energi, 25 persen lainnya dari limbah industri dan 15 persen berasal dari Industrial Process and Product Use (IPPU).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau