JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaksanaan tilang uji emisi di DKI Jakarta resmi dihentikan pada Senin (11/9/2023). Hal ini dipastikan oleh pihak Polda Metro Jaya dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH).
Untuk diketahui, tilang uji emisi Jakarta baru berjalan satu kali, yakni pada Jumat (1/9/2023) dan dilaksanakan di beberapa titik lokasi.
Berdasarkan rencana awal, operasi khusus ini diagendakan berjalan setidaknya sekali setiap pekan, antara hari Kamis atau Jumat.
Baca juga: Jokowi Mau Standar Emisi Euro 5 dan Euro 6 Dipecepat, Ini Kata Toyota
Adapun terkait alasan penghentiannya, adalah karena tilang uji emisi dinilai tidak optimal dari segi pelaksanaan.
Informasi ini sebagaimana disampaikan Heri Permana, Kepala Seksi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup DLH.
Dirinya lantas membagikan 3 alasan utama yang menjadi halangan DLH, dan kebanyakan berpusat pada tantangan saat proses tilang uji emisi di lapangan.
Baca juga: Aturan Batas Kecepatan Kendaraan di Jalan Kabupaten, Melanggar Didenda Rp 500.000
1. Keterbatasan jumlah personel dan sangat memakan waktu
Heri mengungkapkan, pelaksanaan tilang uji emisi membutuhkan banyak personel, bahkan untuk satu lokasi saja. Hal ini dianggap sebagai kendala utama yang sangat mempengaruhi.
“Personel yang dibutuhkan untuk tilang uji emisi memang banyak sekali, ada bagian penguji, pengawas dan pendata, prosesnya juga memakan waktu,” ucapnya kepada Kompas.com, Senin (11/9/2023).
Dia menambahkan, berkaca dari proses pelaksanaan tilang uji emisi perdana, waktu yang dibutuhkan sangat lama dan kurang kondusif.
“Terlalu lama, kemampuan saya dan teman-teman DLH saja harus memakan waktu lebih dari 3 jam untuk menangani 200 pengendara. Masyarakat juga berebut kemarin,” ujarnya.
Baca juga: Hyundai Ioniq 5 Jadi Andalan Paspampres, Lead Car Rombongan KTT ASEAN
2. Keterbatasan jumlah alat
Kendala selanjutnya adalah keterbatasan jumlah alat yang digunakan untuk menguji emisi kendaraan. Hal ini juga merupakan lanjutan dari kendala pertama.
Heri menjelaskan, satu lokasi tilang hanya diberikan tiga alat saja, yakni untuk mobil bensin, mobil diesel, dan motor. Jumlah itu dinilai sangat tidak mencukupi.
“Hanya ada 3 alat yang digunakan, jadi logikanya cuma 1 kali pengujian per-kendaraan. Inilah yang memakan waktu,” ucapnya.
Baca juga: Pakai Bus Listrik, Transjakarta Berhasil Kurangi 9,9 Persen Emisi
3. Software dan instrumen pendataan belum memadai
Kendala terakhir berkaitan dengan software dan bagian pendataan, yang proses kompilasinya belum memadai dan masih sering terkendala.
Heri mengungkap, kendala ini adalah yang paling memusingkan, khususnya pada saat pelaksanaan tilang uji emisi hari pertama. Sebab ada beberapa pengendara yang mengaku sudah melakukan uji emisi, namun datanya tidak terekap.
“Ada data yang belum terinput, kemudian sistemnya hang (error). Ada pengendara yang sudah diuji emisi, tapi datanya nyangkut. Kendala-kendala macam ini kan terkesan tidak profesional,” ucapnya.
Walaupun tilang uji emisi kini dihentikan, Heri berharap semua pengendara tetap berupaya menjaga kualitas lingkungan hidup, dengan cara mengurangi emisi dan menjaga kualitas pembakaran kendaraan.