BALI, KOMPAS.com - Polusi udara di Jakarta akhir-akhir ini ramai diperbincangkan, karena kualitas di kota Jabodetabek yang memburuk. Bahkan pada wilayah tertentu sampai menyebabkan infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).
Berdasarkan data dari laman IQAir pada Kamis (24/8/2023), Jakarta juga dinobatkan sebagai kota nomor empat paling berpolusi di dunia.
Sebelumnya Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar mengatakan, penyebab utama polusi udara di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) yakni kendaraan bermotor.
Hal tersebut didukung dengan jumlah kendaraan di Jabodetabek sebanyak 24,5 juta unit.
Baca juga: XForce Resmi Meluncur di Surabaya, Harga Mulai Rp 382 Juta
“Bahwa penyebab utama pencemaran kualitas udaranya adalah kendaraan. Karena dalam catatan kita per 2022 itu ada 24,5 juta kendaraan bermotor dan 19,2 juta lebih itu sepeda motor,” ucap Siti, dikutip dari Kompas.com, Kamis (24/8/2023).
Bob Azam, Vice President Director PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), menjelaskan, sejak 2018 pihaknya bersama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) serta pemerintah DKI Jakarta telah melakukan penelitian terkait sumber polusi.
“44 persen transportasi, 33 persen dari pembangkit listrik, dari industri malah cuma 10 persen, rumah tangga 14 persen, 1 persennya dari kawasan komersial,” ucap Bob Azam, di Ubud, Bali, Kamis (24/8/2023).
“Jadi dengan project itu kita bisa memetakan sebenarnya sumber emisi itu dair mana. Tapi itu kondisi 2018, 2022 ini pasti ada perubahan baru,” lanjutnya.
Bob melanjutkan, jika berbicara soal emisi terbagi lagi menjadi dua. Pertama, emisi karbon CO2 (global warning). Kedua adalah polutan, yang berkaitan dengan pembakaran dan kualitas bahan bakar.
Adapun salah satu cara untuk mengurangu polutan sendiri adalah dengan mulai menggunakan Euro 4.
“2018 kita baru mulai Euro 4. Ini situasi yg kita hadapi di 2018. Saya tidak lihat Jakarta, karena itu dilakukan oleh ITB dan pemerintah Jakarta,” kata Bob Azam.
“Sekarang beberapa kota di dunia sudah mengarah ke Euro 5 dan 6. Misalnya kita ekspor Fortuner ke Australia itu standarnya sudah Euro 5, Singapore Euro 6, Thailand Euro 4 ke 6. Jadi memang kota-kota yang padat dengan transportasi lalu lintasnya mereka sudah harus masuk ke kualitas Euro 5 dan Euro 6,” lanjutnya.
Baca juga: Telanjur Beli Motor Honda Rangka eSAF, Begini Cara Antisipasi Karat
Dengan melakukan pemetaan terkait sumber polusi tersebut, menurut Bob, secara otomatis bisa menyelesaikan 60 persen dari inti permasalahan polusi udara.
“Jika kita sudah tau sumbernya bisa kita break down, dari transportasi logistik apa yang bisa kita lakukan, rumah tangga dari mana saja. Menurut saya itu sudah 60 persen penyelesaian kalau kita sudah tau inti masalahnya,” kata Bob Azam.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.