JAKARTA, KOMPAS.com - Busi memiliki peran yang sangat penting meski berukuran kecil. Bisa dibilang fungsinya tak sekadar menciptakan percikan api, tapi juga salah satu komponen penentu performa mesin kendaraan.
Sebagai komponen fast moving, busi juga memiliki keterbatasan soal masa pakai. Artinya, tiap kendaraan diwajibkan untuk melakukan pergantian busi dalam skala waktu tertentu.
Namun, banyak yang belum tahu, ternyata performa busi juga sangat dipengaruhi pada jenis bahan bakar yang digunakan oleh pemilik kendaraan, baik itu sepeda motor maupun mobil.
Baca juga: Sudah Dapat QR Code, Belum Tentu Bisa Menikmati BBM Subsidi
Menurut Diko Octaviano, Technical Support PT NGK Busi Indonesia, bila kendaraan mengonsumsi bahan bakar yang tak sesuai rekomendasi pabrikan, dampak secara akumulasi membuat umur pemakaian busi lebih singkat.
"Dengan penggunaan bahan bakar yang tak sesuai, tentu itu sangat berpengaruh. Perlu diketahui juga bila rekomendasi penggunaan minimal RON 92 bersangkutan pada standar emisi yang naik (Euro 4) karena itu dianggap RON 92 ini menjawab kebutuhan itu," ujar Diko kepada Kompas.com, Selasa (9/8/2022).
Lebih lanjut Diko menjelaskan, banyak pabrikan otomotif saat ini sudah bergeser ke Euro 4 dan salah satu komponen penunjangnya juga dengan penggunaan busi iridium yang memiliki material logam mulia, seperti produk keluaran NGK.
Salah satu keunggulan dari busi tersebut adalah memiliki sifat self cleaning. Artinya, busi mampu membersihkan kerak karbon secara mandiri.
Baca juga: NGK Tawarkan Pilihan Rantai Motor DID Sesuai Kubikasi Mesin
Tak hanya itu, busi iridium juga memiliki percikan lebih fokus dan stabil juga yang tak kalah penting memiliki masa pakai yang lebih lama.
Namun kondisi tersebut juga perlu didukung dengan pengguna bahan bakar yang tepat sesuai rekomendasi dari pabrikan, yakni RON 92.
"Kaitannya dengan penggunaan BBM yang tak sesuai, seperti Pertalite (RON 90), sebenarnya tak langsung membuat umur busi lebih cepat. Tapi akan memiliki kendala bila ruang bakar mobil tak optimal (bersih)," ujar Diko.
"Contoh seperti sering melewati kawasan yang stop n go, lalu lebih banyak berkendara dengan speed rendah, itu akan membuat rusak busi atau mengalami carbon fouling karena busi tidak terjadi proses flushing," katanya.
Meski memiliki sifat self cleaning, namun ada beberapa syarat yang harus dipastikan agar busi bisa melakukan pembersihan mandiri.
Pertama soal penggunaan busi yang harus dipastikan telah sesuai spesifikasi kendaraan, terutama terkait masalah jenis dan kodenya.
Baca juga: Pendaftar BBM Subsidi Pertalite Didominasi Mobil di Bawah 1.500 cc
Selanjutnya suhu pada ruang bakar. Agar proses pembersihan karbon lebih maksimal, maka suhu dari ruang mesin juga harus sesuai, menurut Diko paling tidak berada pada kisaran 450 sampai 800 derajat celsius.
"Untuk menciptakan suhu ideal biasanya pada motor dan mobil berada di kecepatan 60 sampai 80 kpj. Makanya sesekali memang mobil dan motor harus digeber, hal ini juga biasanya dilakukan mekanik saat melakukan servis motor, hanya saja posisi diam," ujar Diko.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.