Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanggapan Gaikindo Mengenai Rencana Pajak Karbon di Indonesia

Kompas.com - 10/06/2021, 07:02 WIB
Ruly Kurniawan,
Agung Kurniawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana pemerintah untuk membuat pungutan baru melalui pajak karbon sebesar Rp 75 per kilogram pada 2022 menuai berbagai tanggapan.

Pasalnya, kebijakan yang akan tertuang dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) ini memiliki dampak positif dan negatif.

Pada sektor otomotif misalkan, berpotensi adanya tumpang tindih skema perpajakan dengan PP 73/2019 yang mengatur tarif PPnBM berdasarkan keluaran gas buang, bukan lagi tipe kendaraan.

Baca juga: Honda dan Toyota Tanggapi Rencana Penerapan Pajak Karbon di Indonesia

Uji Emisi Kendaraan Bermotor di Kantor DLH JakartaKOMPAS.COM/STANLY RAVEL Uji Emisi Kendaraan Bermotor di Kantor DLH Jakarta

"Sementara PP 73/2019 juga belum diterapkan, baru akan berlaku pada Oktober 2021 nanti," kata Sekertaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara kepada Kompas.com, Rabu (9/6/2021).

"Tetapi saya percaya bahwa keduanya berbeda. Hanya saja, hingga saat ini kami belum melihat draft dari rencana revisi UU terkait. Jadi kami tidak bisa bicara banyak, jangan-jangan baru wacana saja," lanjut dia.

Oleh sebab itu, Kukuh mengatakan pihak Gaikindo hanya akan fokus pada PP 73/2019 yang dalam waktu dekat bakal diterapkan. Karena, terdapat berbagai aspek yang perlu diberikan perhatian lebih.

"Satu diantaranya, bagaimana melakukan uji bagi kendaraan terkait dan setelahnya, karena itu menentukan harga mobil di pasar. Maka, kami memilih fokus ke PP 73/2019 dahulu," ucapnya.

Baca juga: Pemerintah Berencana Terapkan Pajak Karbon bagi Individu dan Industri

Ilustrasi emisi karbondioksida SHUTTERSTOCK/aapsky Ilustrasi emisi karbondioksida

Dalam kesempatan sama, ia juga mengatakan bahwa tiga persoalan utama pada pemberlakuan PPnBM baru sesuai PP 73/2019 secara umum sudah dapat terjawab.

Adapun tiga tantangan itu ialah, pertama bila diberlakukan maka pendapatan pemerintah atas pajak kendaraan bermotor tidak turun atau tetap cenderung naik.

Kedua, emisi gas buang yang bersumber dari kendaraan bermotor dapat menurun. Terakhir, industri otomotif bisa tetap bergerak positif atau tumbuh.

"Sebab biasanya saat pajak semakin tinggi, industri terkait akan mengalami penurunan. Nah, itu sudah dilakukan modeling dan sudah terjawab tiga hal itu," kata Kukuh.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau