JAKARTA, KOMPAS.com - Keputusan pemerintah untuk memberikan insentif fiskal terhadap Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dinilai tidak efektif dalam mendorong konsumsi dan menggairahkan industri otomotif nasional.
Malahan, kebijakan tersebut berpotensi mengganggu konsentrasi atas program percepataan kendaraan listrik berbasis baterai (KLBB) yang tengah digadang-gadangkan mulai tahun lalu.
Demikian dipaparkan oleh Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), Ahmad Safrudin dalam diskusi virtual bertajuk 'Gojak-gejek Mobil Listrik dan PPnBM Kendaraan', Selasa (16/2/2021).
Baca juga: Mepet Avanza, Lebih Murah dari Rush, Ini Estimasi Harga Toyota Raize
"Salah satu alasan utama relaksasi PPnBM ialah menggairahkan pasar yang sedang jenuh karena adanya pandemi. Tetapi, jika dilihat secara keseluruhan, malah kontraproduktif," ujar dia.
Alasan pertama, pandemi virus corona alias Covid-19 telah menurunkan kebutuhan mobilitas masyarakat yang berbanding lurus terhadap daya beli ke kendaran bermotor roda empat.
Di samping itu, level kesejahteraan masyarakat khususnya pada segmen menengah ke bawah sedang melemah. Padahal, motif utama pembelian mobil dikarenakan kesejahteraan sudah mencapai titik tertentu.
"Jadi selama level kesejahteraan itu belum tercapai, tidak akan bergairah mau didorong pakai apapun. Lalu berdasarkan data, industri otomotif berbasis ICE (internal combustion engine) pun sedang jenuh sejak 2011," ucap Puput, sapaan akrabnya.
Baca juga: Kisaran Harga SUV Murah Setelah Dapat Insentif PPnBM Nol Persen
Menutur dia, sejak 2011 tren kendaraan penumpang dan truk itu memang sedang turun. Hal serupa terjadi pada sepeda motor, sementara yang naik ialah segmen bus.
"Jadi terlihat, tanpa Covid-19 pun trennya memang sedang menurun, jenuh. Jadi saya katakan bahwa relaksasi PPnBM tidak efektif dan tak ada pengaruhnya," ucap Puput.
Menurut dia, insentif tersebut juga berbenturan dengan Perpres 22/2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional, Perpres 55/2019 terkait KBLBB, dan PP 73/2019 mengenai riset dan teknologi terkait.
Hal senada dikatakan Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah pada kesempatan terpisah. Ia menyebut kalau relaksasi PPnBM tidak tepat sasaran.
"Program ini bukan untuk meningkatkan daya beli, tapi memanfaatkan daya beli yang masih ada di masyarakat menengah ke bawah. Sebab, relaksasi PPnBM tidak memberikan sesuatu yang menyebabkan daya beli terangsang walau harga diturunkan," kata Piter.
Baca juga: Kriteria Mobil Baru yang Dapat Insentif Pajak 0 Persen
"Kelompok menengah ke bawah itu sedang mengalami penurunan daya beli terbesar imbas pandemi. Mereka mengalami PHK dan kehilangan pendapatan baik di sektor formal maupun informal," lanjut dia.
"Sehingga, tidak kemudian akan mendapatkan kembali daya belinya saat PPnBM dihilangkan (tarif nol persen)," tambanya lagi.
Puput menyarankan, pemerintah seharusnya mengambil langkah yang lebih strategis dalam memulihkan industri otomotif nasional dengan cara menghadirkan kendaraan yang lebih ramah energi dan lingkungan.
"Ini termasuk mengenai standar emisi. Kemudian, kendaraan juga harus hemat perawatan, teknologi lebih bagus, serta sesuai tren global," tutup dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.