JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin mengatakan, jangan istimewakan ojek online (ojol) dan taksi online jika benar ingin fokus mengurangi tingkat polusi di DKI Jakarta. Sebab, 44,3 persen pencemaran udara di DKI Jakarta disumbangkan oleh sepeda motor.
Menurut Ahmad, jika ojol atau taksi online ingin bebas berjalan di wilayah pembatasan kendaraan dengan sistem pelat nomor ganjil genap, caranya bukan memberikan stiker atau tanda khusus, tetapi buat saja aturan agar masuk sebagai angkutan umum atau pelat kuning.
"Jika ganjil genap ingin efektif, jangan ada diskriminatif antara roda dua dengan roda empat, dua-duanya diterapkan saja," ujar Ahmad pekan lalu di Jakarta.
Baca juga: Nasib Taksi Online Terkait Ganjil Genap Masih Belum Jelas
Ahmad melanjutkan, transportasi berbasis daring juga harus tunduk pada ketentuan pembatasan kendaraan ganjil genap sebab populasinya saat ini cukup banyak dan merata di seluruh wilayah. Jika ingin bebas beroperasi di kawasan tersebut, sebaiknya dikonversi menjadi angkutan umum.
Melalui konversi menjadi angkutan umum, pertumbuhan ojek maupun taksi daring bisa lebih termonitor dan terkontrol. Tentu, hal ini harus dibarengi oleh penegakkan hukum yang tegas dan ketat dalam menerbitkan pelat nomor dan memperhatikan standarisasi kendaraan yang beredar.
"Penegakkan hukum juga harus tegas dan ketat dalam menjalankan hal ini, supaya tujuan bersama yaitu menuju udara DKI Jakarta yang bersih dapat tercipta," kata Ahmad ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (208/2019).
Selain itu, kata dia jika transportasi berbasis daring hanya diberikan stiker khusus agar bisa melintas di kawasan ganjil genap, akan ada potensi untuk disalahgunakan. Penggunaan kendaraan pribadi bisa jadi tidak berkurang, bahkan terus bertambah, sama halnya dengan ojek dan taksi daring.
Baca juga: Asosiasi Taksi Online Minta Stiker Khusus Bebas Ganjil Genap
Guna memperbaiki pencemaran udara di wilayah Ibu Kota ini, KPBB juga menyarankan agar pemerintah mulai tegas melarang penggunaan dan pemasaran bahan bakar kualitas rendah (di bawah RON 92), membatasi usia kendaraan, serta menggiatkan razia emisi.
"Lalu, konversi angkutan umum ke BBG, mempercepat penggunaan kendaraan listrik, pemberlakuan tarif progresif untuk kawasan padat kendaraan, dan lainnya," kata Puput.
Pada kesempatan berbeda, Pemprov DKI Jakarta belum memutuskan nasib ojek dan taksi daring dalam penerapan perluasan ganjil genap. Tetapi diusahakan agar ojol dan taksi online terbebas dari kebijakan itu dengan cara menggunakan tanda pengenal seperti stiker khusus.
"Sudah sempat ada diskusi tapi belum ada kelanjutan bagaimananya. Kesepakatannya kita belum dapat, rencana nanti akan ada diskusi publik, jadi akan kita libatkan juga dari sisi masyarakatnya bagaimana," kata Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo saat dihubungi Kompas.com, Senin (19/8/2019).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.