JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat transportasi dari Universitas Indonesia (UI) Ellen Tangkudung, menilai kebijakan perluasan ganjil genap yang diterapkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI, tidak efektif bila tidak menyertakan sepeda motor.
"Tujuannya diperluas intinya adalah untuk menekan polusi udara, itu isi dari Intrusksi Gubernur (Ingub) No. 66 kemarin. Kalau begitu, baiknya semua kendaraan bermotor yang mengeluarkan emisi diikut sertakan agar lebih efektif manfaatnya," ujar Ellen, ketika dihubungi Kompas.com pekan lalu.
Menurut Ellen, peredaran motor meski secara skala kapasitas mesin lebih kecil dari mobil, tapi dengan jumlah yang massif ikut berkontribusi memberikan dampak polusi.
Apalagi efek domino dari pemberlakuan ganjil genap juga tidak mengubah pola masyarakat beralih ke kendaraan umum, namun justru mencari moda transpotasi pribadi lain.
Baca juga: Motor Wajib Kena Ganjil Genap Demi Tekan Polusi Jakarta
Mulai dari menambah motor sampai ada yang mencari mobil baru amupun bekas. Kondisi ini menurut Ellen, kurang disikapi sehingga meski jumlah mobil pribadi berkurang di zona penerapan ganjil genap. Namun kemungkinan peningkatan motor bertambah karena masyarakat yang beralih tadi.
"Kalau dilihat tren pengguna transportasi umum memang bertambah sejak penerapan ganjil genap, tapi tidak sesignifikan dengan penambahan populasi motor baru yang tiap hari mungkin terus meningkat. Jadi bila tujuannya mengarah ke polusi udara, harusnya ikut dibatasi (motor)," kata Ellen.
Tidak hanya itu, Ellen juga mengatakan sebenarnya kebijakan ganjil genap tidak efektif bila diterapkan menjadi permanen.
Harus ada kebijakan lain yang lebih mengena ke semua pengguna kendaraan pribadi seperti jalan berbayar atau electronic road pricing (ERP).
Dengan adanya pemberlakuan ERP, dampak penurunan pengguna kendaraan pribadi akan lebih terasa.
Hal ini lantaran menyangkut dengan pengeluaran dana yang harus dibayar oleh pemilik mobil atau motor ketika menggunakan kendaraannya di jalan berbayar.
"ERP itu justru lebih fair. Pada satu sisi tidak seperti membatasai orang untuk menggunakan kendaraan yang sudah dibelinya, tapi mereka harus rela menggeluarkan uang yang mungkin jumlahnya tidak sedikit saat akan melintas di jalur ERP. Bila setiap hari mereka harus bayar, akan ada pola pikir yang berubah untuk naik angkutan umum saja atau mungkin cara lain," ujar Ellen.
Baca juga: Motor Wajib Kena Ganjil Genap Demi Tekan Polusi Jakarta
Sebelumnya, Komite Penghapuasan Bensin Bertimbal (KPBB) juga menyimpulkan bila motor merupakan penyumbang polutan tertinggi dibandingkan kendaraan lain. Hal ini didapati setelah melakukan riset terkait pencemaran udara.
Menurut Ahmad Safrudin, Direktur Eksekutif KPBB, angka polutan tertinggi berasal dari motor dengan persentase 44,53 persen, bus 21,43 persen, mobil pribadi 16,11 persen, dan sisanya dari bajaj. Menurutnya, pemerintah masih setengah hati dalam menekan pencemaran atau polusi udara di Jakarta.
"Jika ganjil genap ingin efektif, jangan ada diskriminatif antara roda dua dengan roda empat, dua-duanya diterapkan saja," ujar Ahmad.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.