JAKARTA, KOMPAS.com - Aplikasi pengukuran kualitas udara real time, AirVisual, baru-baru ini menempati Jakarta sebagai kota polutif nomor dua di dunia dengan angka 163 AQI (Air Quality Index).
Angka tersebut hanya berbeda satu poin dengan urutan pertamanya yang ditempati kota Los Angeles, Amerika Serikat (AS).
Menanggapi simpulan itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan langsung mengambil tindakan yakni akan mewajibkan uji emisi untuk kendaraan yang dimulai pada tahun 2020.
“Supaya kendaraan bermotor yang beroperasi di Jakarta itu bukan termasuk kendaraan bermotor yang tidak lolos uji emisi, harus semuanya lolos uji emisi," kata Anies beberapa waktu lalu.
Namun, apakah langkah tersebut efektif untuk mengurangi polutan yang dihasilkan oleh emisi kendaraan?
Baca Juga : Setelah Kenaikan BBNKB, Jakarta Wajibkan Uji Emisi Mulai 2020
Direktorat Jenderal (Dirjen) Pengendalian Pencemaran Udara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Dasrul Chaniago menyatakan bahwa kebijakan yang diwacanakan itu sangat baik. Namun akan berakhir sia-sia jika tanpa adanya tindak lanjut.
"Pertama, saya tidak ingin berkomentar terkait AirVisual, karena tidak kenal dan paham, alat apa yang mereka gunakan. Mereka menarik simpulannya pun tidak diketahui berdasarkan apa. Namun memang kontribusi kendaraan terhadap polusi sangat besar, oleh sebab itu baik pemerintah pusat dan daerah membuat kebijakan guna menanggulanginya," kata Dasrul kepada Kompas.com di helatan Pekan Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2019, Jakarta, Sabtu (13/7/2019).
"Terkait langkah yang diambil oleh Gubernur DKI Jakarta memang baik. Tetapi setelah dilakukan uji emisi mau diapakan kendaraan yang gagal lolos tersebut? Itu yang saya rasa harus diperhatikan. Karena menurut saya percuma saja kalau memang hanya untuk mendeteksi tidak ada kelanjutannya," tambah Dasrul.
Baca Juga : Tahun 2021, Pemerintah Terapkan Pajak Kendaraan Berbasis Emisi
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.