JAKARTA, KOMPAS.com - Masyarakat kini dimanjakan dengan hadirnya Tol Trans Jawa yang sudah tersambung mulai dari Merak, Banten hingga Surabaya, Jawa Timur. Otomatis jaur ini akan menjadi lintasan favorit baru untuk menempuh perjalan ke kota-kota yang ada di Pulau Jawa, apalagi dengan iming-iming waktu tempuh yang lebih cepat dibandingkan jalur reguler.
Untuk membuktikan masalah waktu tempuh, efesiensi, biaya akomodasi, dan segala macamnya, beberapa waktu lalu redaksi KompasOtomotif menggelar Komparasi Jalur Pantura dan Tol Trans Jawa menggunakan dua unit Mitsubishi Xpander. Satulewat Tol Trans Jawa, satu lagi blusukan melalui jalur legendaris, yakni Pantai Utara.
Jalur Pantura dulunya merupakan jalur favorit para pengendara mobil, bus, sampai kendaraan berat lainnya, bahkan menjadi jalur utama untuk menuju kota-kota yang ada di Jawa Tengah dan Timur. Namun sejak kehadiran Tol Cipali, lintas utara lebih dijadikan jalur alternatif, bahkan diprediksi akan lebih sepi karena adanya Tol Trans Jawa.
Baca juga: Komparasi BBM Xpander Melintasi Jalur Trans-Jawa, Tol Versus Reguler
Melewati jalur lawas menggunakan Xpander bertransmisi otomatis bisa dibilang menjadi pengalaman baru. Secara suasana, sekilas tidak banyak yang berubah, mulai dari keluar di Cikampek masih terlihat adanya aktivitas dan keramaian lalu lintas serta para pedagang asongan yang menjajakan minuman dan makanan ringan.
Namun semakin jauh berjalan kondisi lalu lintas justru terlihat biasa saja, jarang sekali ditemui adanya bus antar kota antar provisni (AKAP) yang melintas, lebih banyak didominasi angkutan lokal dan kendaraan pribadi, baik mobil maupun sepeda motor. Simpang Jomin, yang dulu terkenal dengan kesemerautannya pun, nampak normal tanpa hambatan.
Aspal dan Ekstra Waspada
Bisa dibilang mulai dari Indramayu sampai beberapa pinggiran kota-kota besar lain yang akan dilewati hingga Surabaya, minim dengan jalan yang mulus. Hampir 80 persen aspal Pantura didominasi oleh lintasan bergelombang dan rusak.
Untuk area Jawa Barat, aspal "keriting" banyak ditemui pada ruas jalan sebelah kanan atau jalur cepat. Hal ini karena ruas tersebut menjadi jalur favorit angkutan alat berat yang melintasi Pantura.
Nah, kondisi truk yang berjalan di jalur cepat, memaksa pola etika berkendara untuk mendahului kendaraan yang lebih pelan berubah. Bila biasanya dari kanan, anda dipaksa harus mengalah menyalip dari sebelah kiri.
Baca juga: Biaya Perjalanan Jalur Darat Trans Jawa dalam 2 Skenario
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan