Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

GIIAS 2024, Muara Tiga Poros Otomotif Asia Timur

TANGERANG, KOMPAS.com – Pameran otomotif Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2024 tengah berlangsung di Indonesia Convention Exhibition (ICE), BSD, Serpong, Kabupaten Tangerang, Banten, 18-28 Juli 2024.

Dua pekan sebelum GIIAS 2024 terselenggara, seluruh mata pemangku kepentingan industri otomotif nasional tertuju pada peresmian pabrik baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV) pertama di Indonesia.

Presiden Joko Widodo meresmikan pabrik baterai EV milik PT Hyundai LG Indonesia (HLI) Green Power yang berlokasi di Karawang Barat, Jawa Barat, Rabu (3/7/2024). Pembangunan pabrik baterai EV ini menelan investasi Rp 13,5 triliun, disebut sebagai yang pertama dan terbesar di ASEAN.

Kembali ke riuh lantai pameran, tepatnya di Hall 10, Rabu (17/7/2024), PT Hyundai Motors Indonesia (HMID) meluncurkan generasi baru mobil listrik Kona Electric berstatus rakitan Karawang, sekaligus jadi mobil listrik pertama di Indonesia yang menggunakan baterai buatan lokal asupan dari HLI.

Sport utility vehicle (SUV) medium ini dipasarkan dengan rentang harga Rp 499 juta-Rp 590 juta (on the road), dengan klaim status kandungan komponen lokal (TKDN) tembus 60 persen. Hyundai sebagai perwakilan otomotif Korea Selatan tentu berharap model andalan ini mampu menembus pasar otomotif nasional.

Selang beberapa jam, dari Hall 3, PT BYD Motor Indonesia juga meluncurkan mobil listrik andalan M6 mengisi ceruk MPV 7 penumpang sesuai porsi terbesar pasar otomotif nasional. Mobil ini berstatus impor utuh atau compeltey built up (CBU) asal China alias nol persen tanpa menggunakan komponen lokal.

BYD memasarkan M6 dalam rentang harga Rp 379 juta-Rp 429 juta (on the road Jakarta).

"Persaingan pasar otomotif di Indonesia khususnya pada tahun ini sangat ketat. Persaingannya makin keras," kata Presiden Direktur HMID Woojune Cha kepada Kompas.com di ICE BSD, Tangerang, belum lama ini.

Ia mengatakan, sengaja memutuskan harga Kona Electric agar kompetitif sebagai salah satu strategi membalas persaingan harga dari para kompetitor.

"Sampai akhir 2023 lalu Ioniq 5 menjadi pemimpin pasar segmen EV kelas atas. Melalui Kona Electric, kita mencoba masuk ke pasar EV menengah di Indonesia," ucap Woojune.

Upaya Pemerintah

Upaya pemerintah membuka kesempatan para produsen otomotif dunia mencicipi pasar domestik Indonesia dalam dua tahun belakangan membuat persaingan EV nasional semakin ketat. Sedikitnya, tercatat delapan merek mobil yang sudah masuk ke pasar Indonesia.

Mulai dari Chery, Neta, Great Wall Motors (GWM), BYD, GAC Aion, BAIC, Jetour, termasuk merek asal Vietnam, VinFast.

Berbagai merek baru ini masuk ke pasar memanfaatkan kebijakan pembebasan impor utuh alias CBU yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 9 Tahun 2024, tentang Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor dan/ atau Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2024.

Penetrasi tersebut lantas membuat Hyundai yang lebih dahulu pemasarkan mobil listrik di Indonesia gusar. Masalahnya, dominasi merek China yang masuk Indonesia bisa langsung impor utuh mobil listrik dari China, menikmati insentif berupa pembebasan tarif bea masuk dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) tanpa perlu berinvestasi langsung.

Mereka diberikan waktu hingga akhir 2025 untuk kemudian mendirikan pabrik perakitan mandiri dan memproduksi mobil-mobil yang sudah dijual di pasar.

Sementara, waktu Hyundai masuk ke pasar, untuk mendapatkan insentif berupa pembebasan tarif PPnBM perusahaan harus menggelontorkan investasi besar, minimal Rp 5 triliun, karena wajib memenuhi TKDN minimum 40 persen.

Pada akhirnya, Hyundai mengucurkan investasi Rp 142 triliun untuk membangun ekosistem industri elektrifikasi di Indonesia. Dana ini mencakup rangkaian industri hulu ke hilir, mulai pertambangan, pengolahan bahan, pembuatan sel baterai dan baterai pack, sampai perakitan mobil.

Terkait kebijakan pemerintah terkait EV yang kerap berubah-ubah, Woojune Cha memilih enggan berbicara banyak. Menurutnya, persaingan pasar EV yang semakin ketat memang terjadi di seluruh dunia, seperti Eropa, Amerika, bahkan di Korea Selatan sekalipun, mengingat segmentasi yang terus berkembang.

"Pemerintah saya pikir telah mempertimbangkan dengan matang dan bijak untuk kebijakan EV. Mungkin, pemerintah memiliki maksudnya sendiri dalam meningkatkan pasar EV. Saya harap pasar EV Indonesia harus maju terus. Tetapi saya pikir harus sehat, fair, dan transparan," ucap Woojune.

Percepatan Era Elektrifikasi

Eagle Zhao, Presiden Direktur PT BYD Motor Indonesia, mengatakan, setiap langkah yang dilakukan pemerintah sebetulnya bertujuan untuk mempercepat elektrifikasi di Indonesia.

“Kebijakan EV untuk Indonesia, sebenarnya saya yakin banyak negara yang sudah memulai beberapa kebijakan ini, untuk mendorong pada tahap awal. Jadi pemerintah Indonesia juga melakukan hal tersebut, terutama di awal tahun ini mereka sudah meluncurkan kebijakan-kebijakan untuk mendorong seluruh industri dan kami sangat mengapresiasi,” kata Eagle.

“Jadi kami percaya tentu saja kami berharap semakin banyak kebijakan yang bervariasi mengenai kendaraan energi baru yang bisa keluar maka akan semakin mempercepat elektrifikasi,” lanjutnya.

Tak dapat dipungkiri bahwa aturan pemerintah terkait insentif mobil listrik impor menguntungkan pabrikan negeri tirai bambu itu. Namun, Eagle menyebut bahwa setiap kebijakan yang diterapkan sebetulnya bertujuan untuk menguntungkan seluruh industri otomotif bukan hanya produsen mobil listrik saja.

Terlebih pihaknya juga memiliki komitmen untuk melakukan perakitan lokal di Indonesia yang di mana rencana pabrik BYD tersebut akan rampung pada akhir 2025.

“Sebenarnya kebijakan-kebijakan tersebut lebih menguntungkan bagi seluruh industri bukan hanya untuk EV saja. Selain itu, kami juga memiliki rencana manufaktur lokal di Indonesia,” kata Eagle.

Dengan membangun pabrik di dalam negeri, BYD cukup percaya diri bisa bersaing di pasar Indonesia untuk menyajikan produk-produk yang bisa diterima masyarakat.

“Keyakinan kami sangat tinggi masih tetap ada apalagi setelah 20 tahun pengembangan kendaraan listrik, teknologi dan produk manufakturnya cukup natural. Jadi kami sangat percaya diri,” ujar Eagle.

Semangat Hybrid

Mengutip data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), pada 2023, total penjualan ritel mobil di Indonesia sebesar 998.059 unit, turun sekitar 2 persen dari 2022, sebesar 1.013.582 unit.

Dari jumlah tersebut segmen elektrifikasi yang terdiri dari hybrid (HEV), Plug-in Hybrid (PHEV), dan mobil listrik (BEV), terjual 64.933 unit atau 6,51 persen dari total penjualan mobil nasional.

Kemudian jika dirinci, penjualan mobil hybrid atau HEV sebesar 46.756 unit dengan porsi market share 4,68 persen, sedangkan mobil listrik hanya terjual 18.178 unit atau 1,82 persen.

Jika disederhanakan, maka pangsa mobil elektrifikasi baru mengambil porsi 6,5 persen dari total pasar mobil nasional. Komposisi mobil hybrid sendiri paling besar dan terjual empat kali lebih banyak dari mobil listrik.

Presiden Direktur PT Toyota Astra Motor Hiroyuki Ueda mengatakan, pemerintah seharusnya tetap melanjutkan rencana insentif buat mobil hybrid.

“Kita harap insentif masih diberi, karena Menteri Perindustrian RI Agus Gumiwang dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Airlangga Hartarto sebut soal insentif hybrid. Saya harap ada progres di sana,” ucap Ueda kepada Kompas.com, Rabu (17/7/2024).

Soal mobil listrik dari China, Ueda bilang kalau konsumen akhirnya hanya akan memilih produk yang sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Maka, harga mobil hybrid yang kompetitif bisa dibilang jadi pertimbangan yang penting.

Soal keadilan, Ueda cuma bilang kalau ramainya merek China ke pasar Indonesia merupakan keputusan pemerintah. Semua regulasi yang nantinya keluar, Toyota akan coba ikuti terus.

“Kalau kondisinya berbeda, kami akan terus penetrasi dan bikin kompetisi. Itu cara Toyota, selalu cari cara terbaik,” kata Ueda.

Hingga kini, sudah ada dua mobil hybrid yang diproduksi pabrik PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), yakni Innova Zenix Hybrid dan Yaris Cross Hybrid. Kedua model kini menjadi andalan Toyota di masing-masing segmen dengan porsi penjualan yang menjanjikan.

Dinamika Kebijakan

Dinamika kebijakan elektrifikasi pemerintah juga terus bergerak. Terakhir, pemerintah berencana menaikkan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) untuk mobil hybrid. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 74/2021.

Dalam beleidnya, dinyatakan bahwa PPnBM mobil hybrid yang semula dikenakan 7-8 persen (skema I) akan naik menjadi 10-12 persen, disebut skema II. Kebijakan ini efektif berlaku jika ada investasi dengan nilai minimal Rp 5 triliun untuk membentuk ekosistem kendaraan listrik. Mulai dari produksi sel baterai sampai mobil utuh.

Faktanya, investasi sudah terealisasi melalui pendirian pabrik sel baterai HLI Green Power di Karawang, Jawa Barat.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) kemudian melontarkan rencana untuk melakukan harmonisasi supaya pajak mobil hybrid tidak masuk ke skema II. Tujuannya agar produsen mobil yang saat ini hanya punya produk hybrid tidak berat menghadapi kondisi pasar otomotif nasional yang tengah anjlok 19 persen periode Januari-Juni 2024.

Plt Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin Putu Juli Ardika mengatakan, harmonisasi tersebut supaya langkah dari Indonesia untuk menuju elektrifikasi tidak kalah dengan Thailand.

"Kami lihat perkembangannya karena ini sekarang baru wacana. Nanti ini kami coba dorong biar bisa minimal diharmonisasi sehingga tidak kalah jauh daripada Thailand. Karena saat ini rival kita (di regional ASEAN) ialah Thailand. Jadi kita janganlah terlambat (untuk mengambil keputusan)," ujar Putu di Subang, Jawa Barat, Senin (15/7/2024).

Terkait rencana ini, Presiden Direktur PT Honda Prospect Motor (HPM) Shugo Watanabe mengatakan, pihaknya masih membicarakan kebijakan tersebut kepada pemerintah.

“Soal itu kami masih diskusikan dengan pihak pemerintah. Seperti saya katakan tujuan finalnya tetap sama, tapi kami tetap mengatakan dan yakin bahwa hybrid adalah langkah yang bagus untuk melangkah ke (kendaraan) elektrik,” ujar Shugo menjawab Kompas.com, Rabu (17/7/2024).

Meski di atas kertas kebijakan itu akan merugikan pabrikan Jepang yang mengandalkan jajaran mobil hybrid, Shugo percaya bahwa kebijakan elektrifikasi kendaraan yang dibuat pemerintah pada akhirnya sejalan dengan semangat zero emission.

“Saya pikir arahnya sudah benar (menyerupai) konsensus global yang ada, taktik yang spesifik kebijakan yang spesifik yaitu arah global. Saya percaya masih ada pekerjaan yang harus dilakukan,” ujarnya.

“Kami sebagai merek yang ada di Gaikindo berharap dapat berdikusi dengan baik. Saya pikir tujuan pemerintah dan tujuan kami akan sama,” ujarnya.

Tuntut Konsistensi

Kebijakan pemerintah soal percepatan industri otomotif berteknologi elektrifikasi terus berubah dalam 5 tahun terakhir. Kondisi ini membuat sejumlah investor gerah karena sulit menentukan strategi jangka panjang perusahaan.

“Jadi pabrikan kalau ada kebijakan begitu, memang ada kemungkinan untung dan rugi,” ujar Minoru Amano, Presiden Direktur PT Suzuki Indomobil Motor di Tangerang kepada Kompas.com, Rabu (17/7/2024).

“Jadi kebijakan memang seharusnya konsisten. Tapi meskipun kebijakannya begitu, Suzuki juga terus menerus meluncurkan yang kualitasnya tinggi kepada masyarakat Indonesia,” kata dia.

Sementara itu, Presiden Direktur Wuling Motors Shi Guoyong berharap, pemerintah bisa mengeluarkan kebijakan yang berkesinambungan.

"Jadi kami sebagai salah satu pemain otomotif, kami punya planning dari produk, pengembangan itu kan membutuhkan waktu,” ucap Guoyong di Tangerang, Rabu (17/7/2024).

"Nah, kami harapannya ingin adanya suatu regulasi yang tidak berubah-ubah. Jadi secara planning kami juga lebih matang untuk melakukan produksi atau pengembangan produk,” ujarnya.

Guoyong menambahkan, perubahan regulasi yang terjadi di tengah-tengah mencerminkan sebuah ketidakadilan. Apalagi merek lain atau kompetitor justru bisa menikmati peraturan yang lebih ringan.

"Pastinya kami berharap regulasi ini memang ada yang namanya persyaratan yang disiplin. Artinya adalah kalau memang disampaikan di awal itu misalkan berapa persen, harusnya juga seperti itu ya dalam jangka waktu yang lama,” kata Guoyong.

https://otomotif.kompas.com/read/2024/07/24/080200715/giias-2024-muara-tiga-poros-otomotif-asia-timur

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke