JAKARTA, KOMPAS.com - Salah satu alasan orang membeli mobil merek Eropa yaitu tingkat kenyamanan yang prima. Tak heran jika harga mobil dari Benua Biru biasanya lebih mahal ketimbang merek dari Jepang.
Faktanya di lapangan, walau harga mobil asal Eropa mahal, depresiasi atau pengurangan nilai suatu aset akibat usia atau durasi pemakaian per tahunnya lebih besar ketimbang merek Jepang.
Artinya konsumen membeli mobil dengan harga mahal tapi waktu dijual harganya turun drastis.
Louis Hansen, Marketing Autobahn.id, showroom mobil bekas di BSD City, Tangerang, mengatakan, depresiasi mobil Eropa memang lebih besar ketimbang merek mobil lain asal Jepang, atau Korea Selatan.
"Per tahun bisa Rp 200 juta, seperti BMW X5, barunya Rp 1,8 miliar waktu tahun 2021, saat ini (2024) kami jual bisa Rp 1,3 miliar," ujar Louis kepada Kompas.com, di BSD, Tangerang, Selasa (5/3/2024).
Louis yang mayoritas jualan mobil Eropa bekas tersebut mengatakan, ada beberapa sebab penurunan nilai harga mobil Eropa lebih besar dari merek lain.
"Memang begitu, karena mengikuti pasar, karena tiap tahun harganya ada yang disesuaikan, misalkan ada mobil baru, ada diskon juga dari diler. Kalau misalkan mirip-mirip misalkan beda Rp 100 juta, orang inginnya beli baru saja kalau untuk mobil-mobil mahal," kata Louis.
Karena itu ada anggapan di masyarakat bahwa jika ingin beli mobil Eropa lebih baik beli bekasnya karena harganya pasti turun jauh. Untuk anggapan tersebut Louis sebetulnya tidak terlalu setuju.
"Kalau secara harga memang tidak bohong kalau depresiasi harga mobil Eropa tidak seperti mobil Jepang," katanya.
"Tapi tidak bisa dibandingkan. Sebab orang kan dapatnya beda (gengsinya). Kenyamanan mobil Eropa beda dengan Jepang, kalau sudah merasakan mobil Eropa malas pindah ke Jepang," ujar Louis.
https://otomotif.kompas.com/read/2024/03/06/070200415/mitos-atau-fakta-beli-mobil-eropa-mahal-dijual-turun-drastis