JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) mengungkap roadmap baru di 2024, sebagai upaya mendukung program elektrifikasi di Indonesia.
Salah satu topik yang dibahas adalah hilirisasi komponen-komponen internal pendukung kendaraan listrik berbasis baterai (KLBB).
Baterai mobil listrik juga jadi bahasan utama, karena bersangkutan dengan nilai tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) dan komponen utama yang menentukan harga akhir produk.
Rachmat Kaimuddin, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves menjelaskan, pemilihan jenis baterai bisa jadi penentu banyak faktor, seperti masa pakai kendaraan, daya tahan, bahkan nilai jual kembali.
Dia menambahkan, sejauh ini hanya ada dua baterai yang dirasa cukup kuat dan memenuhi ekspektasi penggunaan di Indonesia, yakni Nickel Manganese Cobalt (NMC) dan Lithium Ferro Phosphate (LFP).
“Mengenai baterai antara LFP dan NMC, ada dua hal yang harus diperhatikan yakni soal kualitas dan kuantitas. Tapi utamanya adalah soal kualitas,” ucapnya menjawab pertanyaan Kompas.com, Jumat (1/2/2024).
Menurut Rachmat, baterai NMC punya keunggulan yang jauh lebih baik ketimbang LFP. Baik itu dari segi kualitas dan performa, serta kegunaan jangka panjang.
“NMC Nickel-based dan LFP Iron-based itu dua jenis barang yang berbeda, baterai NMC yang nickel-based itu energy densitynya lebih tinggi, performanya lebih bagus, oleh karena itu seringnya digunakan oleh mobil-mobil yang high end,” ucapnya.
Kendati demikian, Rachmat mengaku jika Indonesia tidak akan bersikap kaku terhadap produsen otomotif yang menggunakan baterai selain NMC, selama standardisasinya sesuai.
https://otomotif.kompas.com/read/2024/03/01/151200015/menko-marves-sebut-baterai-nmc-lebih-cocok-di-indonesia-dibanding-lfp