JAKARTA, KOMPAS.com - Membuat motor listrik hasil konversi dari mesin konvensional tidak semudah yang dibayangkan. Ternyata, cerita birokrasi di baliknya cukup rumit dan panjang prosesnya.
Saat membuat motor konversi listrik, agar legal untuk dipakai di jalan raya, maka motor tersebut wajib didaftarkan ke beberapa dinas yang terkait. Sebelumnya, jika motornya sudah jadi, tentu harus melewati serangkaian pengetesan.
Hasta Yanuar Perwira, Chief Marketing AZN Motor, mengatakan, jika konsumen menggunakan platform yang disiapkan pemerintah, maka pengurusan surat-surat nantinya dilakukan oleh bengkel konversi.
"Makanya, diarahkan lebih baik lewat platform, agar bisa dapat subsidi. Konsumen tinggal duduk manis di rumah, nanti surat-suratnya jadi tanggung jawab bengkel," ujar Hasta, saat ditemui di sela-sela pameran Indonesia Electric Motor Show (IEMS) 2023 di Cibinong, Bogor, belum lama ini.
Hasta menambahkan, tugasnya bengkel konversi sebenarnya berat sekali, mulai dari melakukan konversi sampai urusan keabsahan surat. Sedangkan konsumen, tinggal terima jadi.
"Pengerjaan tidak lama, maksimal satu minggu. Tapi, unitnya masih off the road, sambil menunggu surat-suratnya selesai. Sebab, perubahan surat-surat sekarang cukup lama," kata Hasta.
Hasta menjelaskan, dari Dinas Perhubungan (Dishub) diproses sekitar 7-16 hari kerja. Setelah dari Dishub, lalu ke pihak kepolisian. Kemudian, dari pihak kepolisian lanjut untuk mendapatkan Sertifikasi Registrasi Uji Tipe (SRUT).
"Dapat SRUT sekarang itu juga sangat lama, tapi tetap diproses. Kami juga sudah ada antrean lama sekali, unit prototipe kami itu sudah hampir setahun belum keluar hasil tesnya," ujarnya.
Untuk biaya konversinya sendiri, sesuai petunjuk teknis (juknis) dari pemerintah, biayanya Rp 17 juta untuk kapasitas 2 kW. Lalu, dapat insentif Rp 7 juta.
"Itu di luar seandainya ada komponen lain yang harus diganti baru. Sebab, pengujian motor itu mengikuti standar motor baru," ujar Hasta.
Selesai konversi, nanti mesin konvensionalnya akan diambil pihak kepolisian untuk dilebur. Langkah ini diambil untuk mencegah mesin tersebut digunakan kembali.
Sebab, pada dinamo elektrik yang digunakan juga sudah memiliki nomor. Nomor tersebut yang akan dicatat pada Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK). Sehingga, nomor rangka yang lama mendapatkan nomor mesin yang baru.
Jadi, nomor pada mesin konvensional sudah tidak lagi terdaftar. Untuk itu, perlu dihancurkan agar tidak disalahgunakan.
https://otomotif.kompas.com/read/2023/09/22/072200915/proses-birokrasi-panjang-saat-bikin-motor-listrik-konversi