JAKARTA, KOMPAS.com – Surat izin mengemudi (SIM) bisa didapatkan seseorang yang berumur 17 tahun dan melewati beberapa ujian, baik teori maupun praktik. Jika pesertanya lulus, SIM menjadi bukti kompetensi mengemudi.
Namun, aliran penerbitan SIM baru tidak berbanding lurus dengan kecelakaan kendaraan bermotor yang masih kerap terjadi di jalan. Pelakunya juga kebanyakan sudah memiliki SIM, walaupun tetap ada juga yang di bawah umur atau belum memiliki bukti kompetensi.
Lalu, mengapa jika sudah punya bukti kompetensi mengemudi, kecelakaan masih saja marak di jalanan?
Training Director Safety Defensive Consultant Indonesia Sony Susmana mengatakan, informasi yang diajukan pemohon saat ingin membuat SIM di Indonesia masih kurang lengkap.
“Pengamatan saya, orang yang mengajukan SIM ini penekanannya cuma dites hard skill (teknik) saja. Tidak ada edukasi penyuluhan safety driving sebelumnya, sehingga pengetahuannya nol atau tidak ada,” kata Sony kepada Kompas.com belum lama ini.
Menurutnya, rintangan yang dibuat saat ujian praktik SIM tidak membuat pengemudi terampil, sehingga jago dan menjurus ke agresif. Padahal, mengemudi di jalan raya tidak hanya soal praktik, tetapi ada hal lainnya.
“Pertama, ada edukasi dan pengetahuan; kedua, ada soft skill atau teori; dan ketiga, baru hard skill (praktik) yang melatih keterampilan,” kata Sony.
Founder & Training Director Jakarta Defensive Driving Consulting Jusri Pulubuhu pun sependapat dengan Sony. Kebutuhan di jalan raya itu lebih ke soft skill pengemudi, bukan technical skill atau hard skill.
“Karena di jalan raya kita berinteraksi dengan pengguna jalan lain. Kita juga berinteraksi dengan kondisi lingkungan yang terus berubah, misalnya cuaca,” kata Jusri.
https://otomotif.kompas.com/read/2021/05/22/080200215/ujian-sim-bukan-sekadar-teknik-tetapi-soft-skill-juga-penting