JAKARTA, KOMPAS.com – Aksi kemarahan di jalan memang suka terlihat dan tersebar di media sosial. Mulai dari pengendara motor yang sering memukul spion orang, sampai pengemudi yang menabrakkan mobilnya karena kesal jalurnya dipotong.
Luapan emosi di jalanan ini membuktikan kalau orang tersebut tidak mampu mengontrol emosinya di jalan. Selain itu, mereka memiliki pemahaman yang minim soal mengemudi dan fungsi dari jalan raya.
Training Director Safety Defensive Consultant Indonesia Sony Susmana mengatakan, orang yang emosi di jalanan secara tidak sadar sudah membuka keburukannya dan kebodohannya, harusnya ada rasa malu.
“Kalau pengemudi paham masalah mengemudi, pasti jalanan enggak macet, enggak ada konflik. Karena mereka tahu kalau pengemudi hanya mengemudi, harus berbagi, mengalah, sopan, tidak berkelahi yang malah merugikan,” ucap Sony kepada Kompas.com, Kamis (12/11/2020).
Bisa dibilang, ketika mengemudi itu jangan bawa perasaan (baper). Pengemudi harus bisa menguasai dan mengontrol emosinya. Jika hendak mengemudi ternyata emosinya masih ada, lebih baik ditunda dulu.
“Kemudian jika mengebut di jalan karena sedang patah hati, ini contoh yang enggak paham mengemudi. Pengemudi mengontrol mesin yang bergerak itu butuh komitmen dalam berkeselamatan,” kata Sony.
Sony mengatakan, jalan raya itu tempat kendaraan bermotor bergerak. Artinya pengemudi harus paham risiko bahayanya ketika ada di jalan raya. Jalan raya hanya untuk fasilitas berpindahnya alat transportasi, bukan untuk berkelahi, pamer dan melanggar aturan.
https://otomotif.kompas.com/read/2020/11/13/112200415/pemahaman-mengemudi-yang-minim-jadi-penyebab-emosi-bergejolak-di-jalan