JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11 /POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019.
Namu,n regulasi tersebut dianggap tak berpihak pada pelaku bisnis transportasi umum. Padahal seperti diketahui, bisnis transportasi masuk ke dalam sektor usaha yang disebut bisa mendapat kelonggaran.
Djoko Setijowarno, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi indonesia (MTI) Pusat, mengatakan, sejumlah bisnis angkutan umum berharap mendapat program bantuan recovery demi keberlangsungan usahanya.
Menurutnya, peraturan OJK yang baru dikeluarkan tidak memberikan solusi yang aman bagi keberlangsungan bisnis transportasi umum. OJK seharusnya tidak perlu membatasi debitur dengan fasilitas kredit kurang dari Rp 10 miliar yang harus dibantu.
Ia menambahkan, permintaan pengusaha transportasi umum, yaitu penundaan kewajiban. Bukan meminta tidak membayar hutang.
Apalagi angkutan umum mengandalkan pendapatan harian, yang disisihkan sebagian untuk mencicil angsuran tiap bulan.
“Hilangkan saja batasan Rp 10 miliar itu, jika pemerintah benar-benar berpihak pada bisnis transportasi umum. Seharusnya tanpa batasan, karena yang pinjaman besar, juga makin besar risikonya” ujar Djoko, dalam keterangan tertulis (2/4/2020).
Djoko juga mengatakan, kebijakan yang dilakukan pemerintah dan OJK malah menimbulkan stigma terlalu condong pada transportasi online.
“Pemerintah jangan terlalu berpihak dan memikirkan kelanggengan bisnis transportasi online, yang sesungguhnya sekarang ini mitranya sudah membebani negara dan masyarakat,” kata Djoko.
Sementara itu Ketua Umum Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI) Kurnia Lesani Adnan mengatakan, peraturan OJK tidak menyebut dengan detail siapa saja pelaku usaha bidang transportasi yang bisa mendapatkan relaksasi kredit.
Sani menilai, peraturan OJK hanya menyebut ojek online dan taksi online saja yang mendapat kebijaksanaan pemerintah. Sedangkan bisnis angkutan umum merasa tidak diperhatikan.
“Bisnis kami ada yang di bawah Rp 10 miliar, ada juga yang di atas tapi tak lebih dari Rp 20 miliar, ini bagaimana,” ucap Sani kepada Kompas.com (1/4/2020).
“Karena dalam kondisi seperti ini pastinya sangat berdampak, sedangkan mereka (perusahaan leasing) berlindung pada ketetapan yang selalu disebut-sebut,” katanya.
https://otomotif.kompas.com/read/2020/04/03/080200115/relaksasi-kredit-tak-berpihak-pada-bisnis-transportasi-umum