Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ford yang Seharusnya Sedih Bukan Indonesia

Kompas.com - 03/02/2016, 10:44 WIB
Febri Ardani Saragih

Penulis

Jakarta, KompasOtomotif – Pengumuman Ford resmi menghentikan semua operasi bisnis di Indonesia pada paruh kedua tahun ini seperti sambaran petir pada siang bolong. Tanpa hujan ataupun awan gelap, tiba-tiba jaringan yang telah dibangun sejak Ford Motor Indonesia (FMI) beroprasi sejak 2000 bisa rontok begitu saja.

FMI adalah importir. Mobil pertama yang dijual yakni Ranger pada 2003, pikap dengan tiga pilihan bodi kabin ini sempat jadi tren karena belum ada pesaing. Sampai FMI berencana meluncurkan All-New Everest tahun ini andalannya tetap unit CBU (Completely Built Up).

Menurut Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian, I Gusti Putu Suryawirawan, salah satu masalah dasar pada aktivitas Ford di Indonesia yaitu tidak punya rencana lokalisasi. Selama ini yang dikejar hanya angka penjualan, sambil mengandalkan negara tetangga sebagai penyuplai unit.

Kendalanya, unit impor sangat rentan pada sedikit saja perubahan ekonomi. Begitu nilai tukar rupiah melemah, harga jual produk terpaksa melambung tinggi. Kompetisi bisa hilang karena ditinggal pembeli yang merasa harganya kemahalan.

Keputusan angkat kaki dari Indonesia diambil oleh Ford Motor Global yang menilai tidak bisa melihat keuntungan berkesinambungan berbisnis di Indonesia. Alasan itu masih terasa janggal, pasalnya jualan ritel FMI pada 2015 mencapai 6.013 unit. Hasil kerja Ford sebenarnya lebih tinggi dari kompatriotnya General Motor (GM) 4.879 unit, atau importir dari Korea Selatan, Kia, dengan 2.217 unit.  

“Yang seharunya patut sedih Ford itu sendiri karena dia meninggalkan pangsa pasar yang besar. Kalau kami (pemerintah) sedihnya ya karena mereka sedih. Karena mereka tidak memanfaatkan yang ada, padahal pasar disini masih cukup terbuka,” kata Putu di Jakarta (Selasa (2/2/2016).

Kejadian besar ini seharusnya jadi pelajaran berarti buat Ford. Sedangkan untuk Indonesia bisa berupa “alarm” untuk para importir agar mulai mengarahkan prinsipal buat investasi di dalam negeri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau