Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan Mengapa Pengembangan Bioetanol Belum Optimal

Kompas.com - 10/10/2023, 10:02 WIB
Dio Dananjaya,
Agung Kurniawan

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah tengah berusaha untuk mengurangi ketergantungan impor minyak, dengan mengembangkan bahan bakar nabati (BBN), di mana Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki sumber BBN yang besar.

Salah satunya lewat program biodiesel, yang telah ditetapkan pada tahun 2008 dengan menerapkan campuran 2,5 persen, dan terus meningkat hingga pada Februari 2023 telah ditetapkan mandatori campuran Biodiesel mencapai 35 persen, atau lazim disebut B35.

"Implementasi program biofuel juga dimaksudkan untuk mengurangi emisi hingga 31,9 persen di bawah BAU (Business as Usual) pada tahun 2030, dan memenuhi target bauran energi sebesar 23 persen pada tahun 2025," ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, dalam keterangan resmi (9/10/2023).

Baca juga: Alternatif Instan, Motor Kustom Siap Pakai Dijual Mulai Rp 25 Jutaan

Pertamax Green 95 mulai tersedia di beberapa SPBU PertaminaKOMPAS.com/DIO DANANJAYA Pertamax Green 95 mulai tersedia di beberapa SPBU Pertamina

Sementara untuk program bioetanol, Arifin mengatakan, bahwa program tersebut belum dapat berjalan secara optimal.

Pada tahun 2008-2009 dan 2015-2016 pencampuran bioetanol dilakukan dalam skala kecil, dan pada akhirnya harus dihentikan karena kurangnya bahan baku.

Selain itu, mandeknya pengembangan bioetanol juga disebabkan harga bahan baku yang mahal, serta terbatasnya infrastruktur pendukung program bioetanol.

Baca juga: Repsol Berencana Tinggalkan Honda Usai Marc Marquez Cabut

Meski begitu, pada November 2022 lalu, Presiden RI Joko Widowo telah mencanangkan program bioetanol dari tanaman tebu di Mojokerto Jawa Timur untuk meningkatkan ketahanan energi nasional.

Kemudian pencampuran bioetanol juga tengah dilaksanakan PT Pertamina melalui campuran bensin Etanol 5 persen dengan Ron 95 pada produk Pertamax Green 95 yang saat ini telah tersedia di beberapa SPBU di Surabaya dan Jakarta.

Lebih lanjut, Arifin mengatakan, untuk mendukung keberlanjutan mandatori bioetanol ke depan, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Nabati (Biofuel).

"Perpres tersebut didorong karena terbatasnya bahan baku tebu, dan juga terbentur dengan masalah pangan, sehingga pemerintah mendorong pengembangan bahan bakar nabati berbasis potensi lokal dan akan menciptakan pasar baru bagi produk pertanian lokal," ucap Arifin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com