Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Pertalite Bertahan di Tengah Meroketnya Banderol Minyak Dunia

Kompas.com - 10/03/2022, 07:26 WIB
Stanly Ravel

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Dampak perang Rusia dan Ukraina berujung pada harga minyak mentah dunia yang melonjak naik. Imbasnya, membuat banderol Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia pun terkerek.

Namun demikian, Pemerintah dan PT Pertamina (Persero) memastikan bila BBM jenis Pertalite tak mengalami kenaikan harga. Hal tersebut dilakukan guna menjaga daya beli masyarakat yang saat diklaim banyak menggunakan RON 90 tersebut.

Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Fajriyah Usman menjelaskan, Pertamina sebagai BUMN yang berperan dalam mengelola energi nasional sangat mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat dalam penetapan harga produk BBM.

Baca juga: Seberapa Irit Konsumsi BBM All New BR-V, Veloz, dan Xpander?

"Kami sepenuhnya mendukung kebijakan Pemerintah dalam pemulihan ekonomi nasional, sehingga meski harga minyak dunia menembus 130 Dollar Amerika Serikat per barel, Pertamina terus berkoordinasi dengan Pemerintah untuk memutuskan harga Pertalite akan tetap di jual Rp 7.650 per liter," ucap Fajriyah dalam keterangan resminya, Rabu (9/3/2022).

Ilustrasi SPBU Pertamina di JakartaDok. Pertamina Ilustrasi SPBU Pertamina di Jakarta

Fajriyah mengatakan, banderol Pertalite sebesar Rp 7.650 per liter tak mengalami perubahan sejak tiga tahun terakhir. Bahkan saat ini secara porsi konsumsi Pertalite adalah yang terbesar atau sekitar 50 persen dari total konsumsi BBM nasional.

Dengan demikian, pemerintah terus melakukan pembahasan untuk skenario kompensasi Pertalite agar stabilisasi harganya dapat terjaga.

Untuk mengurangi tekanan lonjakan harga minyak mentah dunia terhadap peningkatan biaya penyediaan BBM, Pertamina terus melakukan berbagai efisiensi, termasuk menekan biaya produksi BBM dalam negeri.

Selain itu juga dengan memaksimalkan penggunaan minyak mentah domestik dan mengoptimalkan penggunaan gas alam guna penghematan biaya energi. Pararel juga dilakukan peningkatan produksi kilang untuk produk yang bernilai tinggi.

Meski ada penyesuaian harga, namun dilakukan secara selektif hanya untuk BBM Non Subsidi tertentu, seperti Pertamax Series maupun Dex Series yang porsi konsumsinya hanya sekitar 15 persen dari total konsumsi BBM Nasional. Kedua BBM tersebut sebagian besar dikonsumsi kalangan konsumen mampu, dan pemilik kendaraan pribadi jenis menegah ke atas.

Baca juga: Mulai Hari Ini, Harga Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamina Dex Naik

Petugas melayani pembeli Pertalite di SPBU Abdul Muis, Jakarta Pusat, Jumat (24/7/2015). PT Pertamina (Persero) mulai menjual Pertalite dengan oktan 90 kepada konsumen dengan harga Rp.8400 perliter. KOMPAS IMAGES/KRISTIANTO PURNOMO Petugas melayani pembeli Pertalite di SPBU Abdul Muis, Jakarta Pusat, Jumat (24/7/2015). PT Pertamina (Persero) mulai menjual Pertalite dengan oktan 90 kepada konsumen dengan harga Rp.8400 perliter.

Lebih lanjut Fajriayah mengatakan, nantinya harga produk BBM bakal terus disesuaikan secara rutin mengikuti harga pasar sesuai ketentuan pada Peraturan Menteri ESDM No. 62 tahun 2017.

"Pertamina sangat berhati-hati dalam menetapkan harga. Namun kami yakin segmen konsumen ini telah merasakan manfaat BBM berkualitas yang lebih hemat dan lebih baik untuk perawatan mesin kendaraan, sehingga dapat menerima harga yang selama ini tetap sangat kompetitif dibandingkan produk sejenis lainnya," katanya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata mengatakan, risiko global mengalami eskalasi akibat konflik Rusia-Ukraina. Akhirnya, mempengaruhi kenaikan harga yang tinggi atas komoditas energi, baik itu minyak mentah, batu bara, hingga gas.

"Peningkatan harga minyak mentah dunia tentunya berdampak terhadap APBN," ucap Isa.

Secara keseluruhan, menurut Isa, kenaikan harga komoditas termasuk Indonesian Crude Price (ICP), memang berdampak positif terhadap PNBP. Namun, adanya kenaikan harga komoditas juga berdampak terhadap belanja negara, terutama subsidi energi yang menjadikan ICP salah satu parameter utama dalam perhitungannya.

Isa mengatakan, pemerintah akan terus memantau pergerakan harga minyak dunia dan mengukur dampak terhadap APBN. Selain itu juga mengambil kebijakan yang diperlukan secara menyeluruh dengan melihat sisi potensi penerimaan negara, beban terhadap belanja negara, serta konsekuensi terhadap pembiayaan anggaran.

Baca juga: Resmi, Perjalanan Darat Tak Perlu Antigen dan PCR

Tak kalah penting, Isa memastikan bila semua keputusan yang akan diambil tetap mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang saat ini baru pulih dari dampak pendemi Covid-19.

Ilustrasi SPBU Pertamina di JakartaDok. Pertamina Ilustrasi SPBU Pertamina di Jakarta

"Pemerintah akan memastikan respons kebijakan mengutamakan stabilitas perekonomian nasional dan menjaga supply barang kebutuhan pokok masyarakat, baik pangan maupun energi, serta menjaga keberlanjutan fiskal yang mendukung dunia usaha," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com